Senin, 29 Juni 2009

pemograman

http://u-lookme.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

Senin, 15 Juni 2009

untuk lebih lengkapnya

http://rizkybroadcaster.wordpress.com/05-cameraman/

kameramen

Bahasa Kamera

Bahasa kamera merupakan bahasa standar broadcast internasional. Jadi bahasa ini umum digunakan di stasiun televisi manapun. Shot Orang

ECU : Extreme close-up (shot yang detail)

VCU : Very close-up (shot muka, dari dahi ke dagu)

BCU : Big close-up (seluruh kepala)

CU : Close up (dari kepala sampai dada)

MCU : Medium close-up (dari kepala sampai
perut)

MS : Medium shot (seluruh badan sebelum kaki)
Knee : Knee Shoot (dari kepala hingga lutut)

MLS : Medium long shot (keseluruhan badan)

LS : Long shot (keseluruhan, ¾ sampai 1/3 tinggi layar)

ELS : Extra long shot (XLS), long shot yang lebih ekstrim

Zoom In : Obyek seolah-olah mendekat ke kameraZoom Out : Obyek seolah-olah menjauh dari kamera

Pan Up : Kamera bergerak (mendongak) ke atas

Pan Down : Kamera bergerak ke bawah

Tilt Up : sama dengan pan up

Tilt Down : sama dengan pan down
Pan Kiri : Kamera bergeser ke kiri

Pan Kanan : Kamera bergeser ke kanan

Track In : Kamera track (bergerak) mendekat ke obyek

Track Out : Kamera track (bergerak) menjauh dari obyek

Dolly In : sama track in

Dolly Out : sama track out

Untuk jenis shot yang sering digunakan adalah :

1. Long Shot atau Full Shot, keseluruhan
2. Wide Shot atau Cover Shot, keseluruhan obyek dalam adegan
3. Close Shot atau Tight Shot, kelihatan detail
4. Shooting Groups of people, bisa single shot, two shot, three shot dst sebagai gambaran keseluruhan.

Jenis-jenis Kamera

Kamera Studio

Kamera jenis ini selain memiliki kemampuan tersendiri juga ada beberapa adjustment yang dikontrol, alat tersebut bernama camera control unit atau lebih dikenal dengan CCU. Seperti system kamera jenis lainnya, kamera studio bertumpu pada pelurusan sirkuit akan tetapi tehnik digital sekarang memiliki pre-set pada semua penyetelan sirkuit terutama pada kamera studio modern.

Karena ukuran kamera studio sangat berat maka kamera studio biasanya terpasang pada dolly agar bisa berpindah atau digeser secara halus.

Kamera Broadcast Portable Kamera jenis ini lebih ramping, cocok untuk digunakan di studio maupun di lapangan. Dengan lensa zoom dan viewfinder yang lebih besar maka kamera portabel juga digunakan di studio produksi. Dan karena lebih ramping disbandingkan dengan kamera studio, unit kamera ini bisa bekerja di lapangan secara langsung. Kamera portabel memiliki semua sirkuit yang dibutuhkan serta memiliki fungsi-fungsi yang otomatis. Kamera jenis ini juga memiliki videotape recorder sebagai bagian dari body kamera. Kamera Ringan atau Lightweight Camera Untuk kebutuhan dilapangan produsen juga membuat jenis kamera yang ringan. Hampir sama dengan jenis kamera portabel namun jenis kamera ini lebih kecil lagi. Bisa digunakan secara hand-held atau memakai tripod. Kamera Kecil Kamera ini lebih populer dengan nama handycam. Jenisnya kecil, dibuat karena untuk pertimbangan harga yang murah. Digunakan untuk home use, handycam banyak dijumpai di pasaran. Sinematrography Elektronik Jenis kamera ini adalah jenis kamera televisi yang didisain dengan karakter yang menyerupai kamera film. Menggunakan tape yang selanjutnya di transfer ke dalam bentuk seluloid.

Bagian-bagian Kamera

Kamera televisi secara normal didisain khusus agar cocok untuk aplikasi tertentu. Sebuah kamera studio misalnya, memiliki viewfinder yang besar agar kameramen bisa dengan mudah mengoreksi fokus secara akurat. Seorang kameramen berita akan lebih nyaman dengan kamera yang kompak karena mudah untuk dibawa walaupun harus berpindah-pindah tempat. Lensa Lensa kamera merupakan “mata” yang berfugsi menerima gambar secara natural. Lensa kamera memiliki peyesuai area, lensa jenis ini disebut lensa zoom., tapi sistim lensa yang fix yang paling banyak digunakan. Beam Splitter (pembagi cahaya) Di dalam sistim tv warna, warna gambar natural sebenanya di bagi menjadi tiga versi identik yakni cahaya berwarna merah, hijau dan biru yang direflesikan dari sebuah subyek. Hal ini bisa dilakukan dengan tiga metode, yakni

* Dichroic mirror
* Prisma blok khusus
* atau Filter bergaris

Tabung Kamera, solid-state image sensors (CCD) Secara sederhana, urutan teratas kamera televisi memiliki 3 tabung yang terbagi atas componen merah, hijau, dan biru pada gambar berwarna. Informasi gambar secara detail dan brightness (luminance) dipancarkan dari gabungan gelombang warna yang diterima. Kini kamera video memiliki CCD yang canggih, sesuai dengan jenis kamera yg dikeluarkan. Viewfinder Letak viewfinder lajimnya berada di paling atas kamera atau berada di samping kiri kamera. Viewfinder memiliki yayar monochrome atau hitam putih, namun kini ada juga yg telah memiliki layar warna. Mounting Mounting kamera adalah bagian paling bawah dari kamera yang berfungsi untuk menyandarkan kamera pada tripod, agar kamera bisa digerakan sesuai keinginan dari kameramen.

Kontrol Kamera

Semua jenis kamera memiliki tiga urutan control :Untuk penyesuaian selama pengambilan gambarPenyesuaian kembali kondisi ketika perubahan diinginkanAtau ketika kamera “didiamkan sendirian”. Pada kamera studio sebagian kontrol distel di CCU yang terpisah dari kamera. Seorang CCU Man akan mengontrol terang gelap serta keseimbangan warna dan lainnya agar gambar yang dihasilkan bisa maksimal. Jadi seorang kameramen akan konsentrasi pada framing saja. Pertanyaanya, bagaimana kalau kameramen menggunakan kamera portabel atau kamera kombo ¿ Siapa yg menadjust setting kamera ¿ Jadi seorang kameramen harus memiliki kemampuan untuk menaddjust atau menyetel setting kamera. Lensa Kamera Lensa kamera adalah mata kamera atau jantung dari kamera itu sendiri, seorang cameraman harus konsen benar. Sistim pada lensa kamera secara normal memiliki tiga penyetelan atau adjustment yang bisa distel secara manual atau semi otomatis. Fokus, penyetelan jarak dimana gambar harus jelas/fokus.f-stop, penyetelan variable diafragma iris di dalam lensaZoom, merubah jarak focal (focal length) disesuaikan berapa banyak pemandangan/ gambar bisa dicapai. Secara keseluruhan yang bisa dilakukan pada control lensa adalah agar gambar atau shot bisa jelas/fokus, gambar bisa memiliki kedalaman atau depth of field yg baik, shot memiliki sudut yang baik, serta “besar kecilnya” gambar yang diinginkan. Sudut Lensa Umumnya layar televisi memiliki proporsi 4:3. Lensa kamera secara normal bisa mengkap gambar dengan proporsi yang sama, 4:3. Hitungan ini menjadi acuan bagaimana agar kita bisa memanfaatkan lens angle atau sudut lensa. Selain lensa yang normal, terdapat juga narrow lens untuk pengambilan gambar yang jauh serta widelens, untuk mendapatkan gambar lebih lebar lagi. Kontrol Zoom Control zoom berfungsi untuk mendekatkan atau menjauhkan obyek. Pada tombol ini terdapat kode W (wide angle) dan T (Telephoto). Jika tombol zoom ditekan di kode W maka gambar atau obyek kelihatan mendekat (zoom in), jika control zoom dg kode T yg ditekan maka obyek akan menjauh (zoom out). Fokus Untuk membuat gambar menjadi fokus, setel atau adjust lensa dg memutar ring fokus. Hal ini juga bisa disesuaikan dengan merubah control zoom. Fokus juga akan jauh lebih mudah jika obyek yg kita shooting memiliki cahaya yang cukup. f-numbers (f-stops) f-stop sebenarnya bisa dihitung. Ini persis seperti pada lensa photo still (tustel). Angka-angka tersebut adalah f/1.4 2 2.8 4 5.6 8 11 16 22 32. Dalam kenyataanya angka-angka tersebut bisa 3.5 4.5 6.3 biasanya digunakan. Sebagai contoh dalam bukaan pertama dari f/8 ke f/4 artinya gambar lebih terang empat kali lipat. Agar kita memiliki depth of field yang baik harus memiliki pencahayaan yang cukup. Exposure dan Iris Orang sering beranggapan kalau gambar yang bagus adalah gambar yang terang. Pada kenyataanya hal ini tidak selalu benar. Yang benar adalah jika obyek memiliki tones yang benar. Dalam kamera standar memiliki auto-iris, kalau fasilitas ini di aktifkan, maka secara otomatis lensa akan menyetelnya, rongga lensa terbuka. Fasilitas auto-iris bermanfaat ketika seorang kameramen harus berpindah-pindah tempat dimana pencahayaan belum tentu sama. Sayangnya, jika fasilitas ini dipakai kadangkala obyek menjadi tidak konstan. Jadi baiknya adalah fasilitas ini digunakan pertama kali, selanjutnya gunakan manual iris. Jika pindah lokasi atau pencahayaan berbeda lakukan dg auto iris kembali, estela itu kembali ke manual.

Jenis-jenis Mounting

Monopod

Tripod Kamera

* Tripod Collapsible
* Tripod Pneumatic
* Tripod Rolling atau Tripod Dolly

Pedestal Kamera

Pedestal Field

Pedestal Studio

Crane Kamera

* Crane-arm
* Motorized dolly
* Large crane

Mounting Khusus

Low shot (Low tripod, high hat, camera sled)

High Shot (Camera clamp, Hydraulic platforms, SkyCam)

Perlengkapan yang harus disiapkan sebelum shooting

Agar tidak ada perlengkapan shooting yang ketinggalan, biasanya dibuat Pre-rehearseal checkout list. Diantaranya :

1. Preliminaries (kamera dicek apakah hidup ? atau perlu warm up terlebih dahulu)
2. Kabel Kamera (yakinkan semua kabel bisa berfungsi baik)
3. Mounting/tatakan kamera
4. Viewfinder
5. Cable guards (berfungsi untuk mengamankan kamera)
6. Lens cap (penutup lensa), agar lensa tidak kena debu dsb.
7. Focus (cek apakah fokusnya baik)
8. Zoom (cek apakah zoom bisa berjalan normal)
9. Batere Kamera
10. Kaset
11. Lampu
12. Microphone

Pustaka :

1. The Technique Televisión Production, Twelfth Edition, Peral Millerson. Focal Press
2. The Work of The Motion Picture Cameraman, Hasting Houese
New York
3. Video Camera
Technique, American Cinematograher

=============================================================================

Basic Camera Operation

Camera video ada berbagai macam merk, bentuk, dan varian. Begitu juga media penyimpanan gambar juga bermacam-macam. Contoh-contoh merk terkenal antara lain: Sony, Panasonic, Phillip, Ikegami, JVC, dan lain-lain. Dari berbagai merk tersebut masing-masing mempunyai beragam varian dan bentuk. Mulai kamera amatir, semi profesional, dan kamera profesional. Media penyimpanan gambar antara lain: Betacam, Dvcam, Dvc-pro, MiniDV, maupun berbentuk card (kartu memori).

Bagi pengguna pemula/amatir biasanya dengan mode auto sudah cukup untuk mendapatkan gambar standar. Tatapi dalam kondisi tertentu, mode auto tidak bisa kita pakai untuk mendapatkan gambar sesuai dengan kemauan kita. Itulah sebabnya kenapa para Cameraman profesional sering menggunakan mode manual dalam mengoperasikan kamera.

The Main Control

Ada enam control dasar pada kamera:

1. Exposure:
* Aperture
* Shutter Speed
* (ND Filter)
* (Gain)
2. Filter Colour
3. White Balance
4. Zoom
5. Focus
6. Audio Levels

Aperture, Shutter speed, ND Filter, dan Gain merupakan bagian dari exposure.

Exposure

Eksposure secara sederhana dapat saya artikan sebagai pencahayaan kamera. Untuk mendapatkan gambar yang normal, tidak gelap (under exposure) dan tidak sangat terang (over exposure) harus diperhatikan:

·Aperture (diafragma)

Di kamera televisi disebut juga Iris, yaitu sejumlah lembaran metal tipis yang disusun sedemikian rupa sehingga bisa dibuka dan ditutup untuk mengatur banyaknya sinar yang masuk ke lensa kamera. Iris seperti pupil mata kita yang bisa membesar dan mengecil sesuai cahaya yang masuk. Bila Iris dibuka selebar mungkin, lensa mengirim sinar maksimum de dalam kamera, sebaliknya kalau bukaan iris dikurangi lubang diafragma akan menyempit, sehingga sinar yang masuk ke kamera jadi sedikit. Bukaan diafragma diukur dalam satuan f-stop: f/1.4 – f/22. lebih kecil nomor f-stop = bukaan diafragma besar, lebih besar nomor f-stop = bukaan diafragma kecil. Pengaturan iris secara manual dapat dilakukan dengan memutar ring iris di lensa kamera.

· Shutter Speed

Biasanya shutter speed standar di kamera televisi 1/50. kecuali anda ingin menggunakan efek shutter atau untuk mensinkronkan dengan objek, baru Shutter Speed di posisi ON untuk selanjutnya bisa kita pilih sesuai tujuan kita.

· ND Filter

Filter ND (Neutral Density) berfungsi untuk mengurangi intensitas sinar yang terlalu kuat tanpa mempengaruhi kualitas warna cahaya. Filter ini digunakan bila kondisi cahaya terlalu keras, seperti tengah hari yang terik.

· Gain

Kebalikan dari ND filter, Gain berfungsi apabila pengambilan gambar dalam keadaan kurang cahaya, yang apabila dengan keadaan normal dengan bukaan f-stop maksimal (f/1.4) masih under exposure. Dengan Gain kita bisa mengangkat exposure secara digital, konsekuensinya gambar menjadi agak coral (pecah).

Filter Colour

Berfungsi untuk mengubah atau mencocokkan cahaya yang masuk ke dalam kamera. Umumnya kamera video memiliki dua buah filter koreksi warna. Untuk shoting di dalam ruangan dengan cahaya lampu tungsten (kemerahan) kita pasang filter 3200ºK dan untuk shoting dengan penerangan cahaya matahari kita gunakan filter 5600ºK.

Cahaya matahari banyak mengandung warna biru. Kalau kita memasang filter no.2 (5600ºK) untuk matahari, sebenarnya kita memasang filter berwarna oranye untuk mengimbangi warna biru pada matahari. Cahaya lampu bohlam lebih mengandung warna merah, maka kita pasang filter no.1 (3200ºK) yang berwarna kebiru-biruan.

Sumber cahaya yang lebih tinggi intensitas sinarnya mengandung warna biru, sumber cahaya yang intensitas sinarnya rendah lebih mengandung warna merah. Perbedaan warna cahaya ini tergantung pada suhu dan diukur dengan derajad Kelvin.

White Balance

Intensitas cahaya berbeda-beda pada saat yang berbeda dan tempat berbeda dalam sehari. Cahaya matahari di luar (daylight) mempunyai suhu kurang lebih 5600ºK, cahaya bohlam di dalam ruangan mempunyai suhu kurang lebih 3200ºK, cahaya lampu TL mempunyai suhu antara 5000ºK-6000ºK. karena intensitas cahaya sangat berbeda maka filter koreksi warna tidak bisa menghasilkan warna putih yang tepat. Maka dari itu kamera video juga dilengkapi dengan tombol untuk menyetel white balance. Cara termudah untuk white balance adalah dengan mengarahkan kamera terhadap benda putih apa saja yang berada dalam kondisi cahaya yang sama dengan cahaya yang kita pergunakan untuk merekam adegan.

Cara menyetel white balance:

* Pertama cocokkan filter koreksi warna dengan kondisi cahaya yang kita pakai shoting.
* Arahkan kamera terhadap benda putih apa saja
* Kamera di zoom sampai yang terlihat di viewfinder hanya warna putih
* Tekan tombol AWB (Auto White Balance)
* Kamera siap untuk merekam.

Catatan: kamera harus di white balance lagi apabila keadaan cahaya berubah.

Bagi para cameraman profesional sering juga melakukan white balance dengan cara manual yaitu dengan mengatur Colour Temperature pada menu di kamera.

Zoom

Zooming adalah gerakan lensa zoom mendekati atau menjauhi objek secara optik, dengan mengubah panjang fokal lensa dari sudut pandang sempit (telephoto) ke sudut lebar (wide angle).

Zoom in : mendekatkan objek dari long shot ke close up

Zoom out : menjauhkan objek dari close up ke long shot.

Zooming bisa dilakukan dengan dua cara:

Manual: dengan memutar ring zoom pada lensa

Servo : Biasanya tombol zoom servo ada pada handle camera sehingga terjangkau jari pada waktu mengoperasikan kamera

Focus

Fokus adalah pengaturan lensa yang tepat untuk jarak tertentu. Gambar dikatakan fokus apabila proyeksi gambar yang dihasilkan oleh lensa jatuh di permukaan tabung atau CCD jelas dan tajam. Sehingga nampak juga di viewfinder dan monitor.

depth of field atau bidang kedalaman adalah bidang dimana objek-objek di depan dan di belakang objek utama tampak dalam fokus.

Secara teknis, shot dengan bidang kedalaman yang luas memudahkan cameraman mengikuti gerakan objek. Bidang kedalaman yang sempit mengharuskan kita untuk terus menerus follow focus apabila kamera atau objek bergerak.

Secara estetis depth of field sangat berperan dalam menciptakan perspektif visual pada keseluruhan adegan (shot).

3 hal yang menentukan depth of field :

1. Panjang Fokal Lensa

Semakin panjang fokal lensa = bidang kedalaman semakin sempit atau kata lainnya fokus semakin tipis.

2. f-stop/iris

Lebih besar bukaan iris (lebih kecil f-stop) = bidang kedalaman semakin sempit / fokus semakin tipis. Misal f/16 bidang kedalamannya lebih lebar dari f/2.0

3. Jarak kamera dengan objek

Semakin jauh jarak kamera dengan objek = semakin luas bidang kedalaman

Semakin dekat jarak kemera dengan objek = semakin sempit bidang kedalaman.

Audio Levels

Jangan abaikan audio level pada kamera karena selain kualitas gambar, kualitas audio juga tidak kalah pentingnya. Ingat Televisi adalah gabungan antara gambar dan suara. Ada gambar tanpa audio yang bagus akan sangat mengganggu pemirsa bahkan informasi yang akan disampaikan tidak sampai kepada penonton.

Atur audio level jangan sampai under ataupun over (peak).

Wah kayanya teori melulu ya jadi pusing… tapi ini penting buat semua yang mau belajar mengoperasikan kamera video secara benar.

Mengoperasikan kamera adalah seni, jadi dibutuhkan taste dari setiap cameraman

HARGAILAH KARYA CAMERAMAN

editing

EDITOR

SEJARAH EDITING

Kenapa perlu tahu sejarah editing? Karena ada orang-orang yang ketika membuat film, mereka menggunakan konsep-konsep dalam pembabakan sejarah editing. Ada tiga periode atau tiga jaman dalam sejarah editing, yaitu realisme, classicisme, dan formalisme. Pada jaman realisme belum ada editing. Tokohnya ya itu tadi, Lumier. Antara jaman realisme dan classicisme sudah dimulai yang namanya cutting to continuity. Cut kalau di editing itu kan artinya menyambung atau memotong. Nah, kalau cutting to continuity itu maksudnya motong untuk nyambung cerita dan ada set yang berubah. Sudah mulai ada cerita yang mau dibangun. Tokoh yang menjadi pelopor cutting to continuity itu namanya Melias. Terus jaman classicisme. Nah di jaman ini editing yang dilakukan udah bener-bener editing. Di jaman ini yang ada gak cuma cutting to continuity, tapi juga udah mulai cutting to clarify, cutting to underline, cutting to connect, dan cutting to dramatize. Tokoh jaman ini adalah DW Griffith. Dia adalah Bapak Film. Dia udah mulai gunain cutting, close up, intinya udah mulai ada dramatisasi, misalnya kalau di panggung itu lagi adegannya cewek nangis, ya di-close up ke cewek itu. Sebenarnya sama antara Melias sama Griffith itu berangkatnya dari pentas panggung. Tapi kalau Melias, kameranya itu dibikin wide terus, jadi semua yang ada di pentas panggung itu kelihatan. Entah itu nangis, entah itu marah, tetep gitu aja kameranya. Tapi kalau Griffith dah mulai ada dramatisasi. Kalau lagi adegan sedih, dia close up cewek nangis. Jaman ini beda sama jaman cutting to continuity.

================================================================

ISTILAH EDITING

Pra Produksi : pra produksi ata pre production adalah persiapan awal dari

sebuah produksi film

Produksi : Suatu Bidang Kerjaan yang di buat atau dikerjakan.

Paska Produksi : Persiapan pembuatan

Editing : Proses penyambungan beberapa shot tunggal menjadi sebuah

cerita yang utuh. Editing adalah proses memilih,memotong,dan menyambung gambar dan suara. Editing berarti menyunting.

Editor : Orang yang bertugas melakukan penyuntingan. Editor itu ibarat chef atau juru masak. Masakan akan lezat jika diolah dengan baik oleh chef. Pun editor,sebuah film akan enak ditonton ketika diedit dengan baik oleh editor.

Cut :1. Memotong,memotong gambar dan atau suara dalam proses editing. 2. Penyelarasan gambar yang baik dan benar, sesuai kaidah broadcast

Produser

PRODUCER

Manajer Unit Produksi, Manajer Produksi atau Manajer Unit? (Jilid 1)

Oleh: Tino Saroengallo
(Sutradara Senior)

Di dalam sebuah produksi film pemakaian ketiga istilah di atas seringkali timpang tindih dalam menunjukkan peran yang dilakukan seseorang sebagai bagian dari departemen produksi. Pada prinsipnya masing~masing jabatan tersebut berkaitan dengan tanggungjawab dalam mengelola salah satu atau keseluruhan unit dalam departemen produksi. Bila dibandingkan dengan jabatan Produser, maka ketiga jabatan tersebut bisa dimasukkan ke dalam kategori pelaksana harian. Untuk mengerti perbedaan dekripsi kerja masing~masing jabatan tersebut, kita harus memahami terlebih dahulu keseluruhan susunan hirarki kekuasaan dalam produksi film, khususnya Departemen Produksi.

Aneka Produser
Secara hirarki jabatan, ketiga jabatan tersebut berada di bawah kedudukan produser secara umum. Dan menyinggung sebutan produser, bila kita membaca rangkaian jabatan dalam daftar kru yang tercantum pada akreditasi akhir sebuah film maka kita pun akan menemukan aneka sebutan untuk jabatan produser itu sendiri. Yang paling atas biasanya adalah Produser Eksekutif (Executive Producer), disusul oleh Produser (Producer), Produser Pendamping (Associate Producer), Pimpinan Produksi, dan sebagai ‘anak bungsu’ dari jejeran petinggi tersebut adalah Produser Pelaksana (Line Producer).

Banyak tidaknya nama~nama yang tercantum dalam jajaran petinggi tersebut tergantung pada skala produksi itu sendiri. Masing~masing jabatan berkait~erat dengan tanggungjawab kerja dan kepada siapa mereka bertanggungjawab. Produser Eksekutif bertanggungjawab sejak sebuah film masih berupa embrio, gagasan. Biasanya ia terlibat dalam pengembangan gagasan tersebut hingga menjadi sebuah naskah dan mencarikan Sutradara yang tepat untuk mewujudkan skenario menjadi sebuah film. Ia juga bertanggungjawab mencari dana dari pemodal untuk membuat film tersebut. Pada era studio besar di Hollywood, mereka lah ‘raja~raja’ yang menentukan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembuatan sebuah film. Belakangan ini, terutama dengan pesatnya perkembangan mazhab film independen, seorang Produser Eksekutif umumnya sudah bekerjasama dengan seorang Sutradara sejak awal, mulai dari proses pengembangan sebuah gagasan menjadi skenario hingga pencarian dana. Kedudukannya nyaris sejajar dengan Sutradara.

Produser adalah orang yang bertanggungjawab atas proses pembuatan film sejak awal hingga akhir. Dia adalah perpanjangan tangan Produser Eksekutif dalam menggerakkan roda departemen produksi. Di Indonesia, kerancuan seringkali terjadi tentang perbedaan antara Produser Eksekutif dengan Produser. Pada era keemasan film nasional, sebutan Produser biasanya berkaitan dengan pemilik modal. Pemilik modal disebut Produser. (Hal ini masih ditegaskan oleh Parwesh dalam Sarasehan Hari Film Nasional, Galeri Cipta II pada Senin 06 Maret 2006).

Jabatan Produser lebih tinggi dibandingkan dengan Produser Eksekutif. Produser Eksekutif disejajarkan dengan jabatan Produser Pelaksana. Padahal Produser Pelaksana sebenarnya adalah terjemahan yang paling tepat untuk Line Producer. Salah kaprah ini mungkin terjadi karena pengertian kata executive yang diterjemahkan sebagai kata yang berkaitan dengan kata dalam bahasa Inggris to execute (melaksanakan) atau execution (pelaksanaan). Di luar negeri kerancuan ini tidak terjadi karena pemilik modal akan masuk dalam jajaran investor. Kalaupun ada pemilik modal yang aktif selama proses produksi film tersebut maka ia akan dimasukkan ke dalam jajaran Produser Pendamping. Produser Pendamping (Associate Producer) merupakan orang memiliki suara penentu dalam proses pembuatan sebuah film namun seringkali tidak terlibat dalam proses pembuatan film secara langsung. Sebutan ini seringkali diberikan kepada salah seorang pemodal yang tidak hanya memasukkan uangnya untuk pembuatan film tersebut tetapi juga cukup aktif selama proses pembuatan meski tidak terlibat langsung dalam keseharian produksi. Dibedakan dengan hanya pemilik modal atau investor. Atau sebaliknya, sebutan Produser Pendamping juga diberikan kepada seorang yang berperan dan tanggungjawab sangat besar selama proses pembuatan sebuah film namun tidak menerima upah karena keterbatasan anggaran sehingga ia dibayar dalam bentuk saham. Sebutan Produser Pendamping baginya menunjukkan bahwa jerih payahnya dibayar dengan kepemilikan atas film tersebut.

‘Anak bungsu’ dari jajaran petinggi itu adalah Line Producer atau yang menurut penulis paling tepat diterjemahkan sebagai Produser Pelaksana. Kadang diterjemahkan secara asal sebagai Produser Lini. Produser yang menjaga ‘lini’ atau ‘garis’ produksi. Dalam hal ini mungkin ‘lini’ bisa kita artikan sebagai ‘batas’ anggaran. Dengan kata lain, bila mengartikan Line Producer sebagai Produser Lini maka ia bertanggungjawab untuk menjaga supaya produksi berjalan di dalam ‘batas’ anggaran. Istilah Produser Pelaksana seringkali juga disebut sebagai Pimpinan Produksi atau Pimprod. Isitilah Pimpro ini, menurut penulis, lebih mencerminkan mental bangsa Indonesia. Setiap pekerjaan dilihat sebagai sebuah proyek. Dan sebuah proyek dalam keseharian biasanya dipimpin oleh seorang Pimpinan Proyek atau Pimpro. Untuk film lahirlah istilah Pimprod.
Secara singkat bisa disebutkan bahwa aneka sebutan atau istilah tersebut di atas berkaitan dengan mereka yang bertanggung-jawab dalam mengelola jalannya sebuah produksi film.

=========================================================================

Line Producer
Dan kadang kita membaca daftar yang timpang tindih, salah kaprah dalam penulisan akreditasi akhir. Misalnya, di bawah Pimpinan Produksi kita membaca sebutan Line Producer. Atau sebaliknya. Padahal kedua jabatan tersebut adalah jabatan yang sama. Pemakaian istilah Line Producer di dunia pembuatan film iklan sudah mengalami degradasi arti. Ketika penulis memasuki dunia tersebut pada awal dekade 1990an, istilah Line Producer sangat lekat dengan pengertian Line Producer pembuatan film cerita. Jabatan itu masih memiliki wibawa sebagai memiliki kemampuan nyaris sederajat dengan Produser Eksekutif (yang biasanya adalah petinggi rumah produksi tersebut).

Awal tahun 2000an, setelah tiga tahun meninggalkan produksi film iklan, penulis tiba~tiba harus berurusan dengan generasi Line Producer baru yang secara tanggungjawab sebetulnya tidak lebih daripada jabatan Manajer Produksi yang penulis kenal sebelumnya. Era 2000an sudah tidak mengenal sebutan Manajer Produksi lagi. Dari Line Producer langsung ke Asisten Produksi.

Perkembangan akhir~akhir ini lebih menarik lagi. Saat ini muncul jabatan Produser sebagai kepanjangan tangan Produser Eksekutif, diikuti Line Producer. Di mata penulis, maaf, sebutan Produser di dunia produksi film iklan dewasa ini merupakan pengkarbitan sebutan bagi seorang yang melaksanakan tanggungjawab Line Producer di era awal tahun 2000an, atau Manajer Produksi di era 1990an. Sedangkan istilah Line Producer dewasa ini mengacu pada deskripsi kerja dengan tanggungjawab seorang Koordinator Produksi di era 1990an. Jabatan Manajer Produksi dan Koordinator Produksi sudah raib dari blantikan produksi film iklan.

Manajer Unit Produksi

Jajaran produser di dalam sebuah film (produksi sesudah era studio besar di Hollywood berakhir) biasanya ditampilkan sebagai bagian dari akreditasi yang ditampilkan bersamaan dengan rangkaian adegan pembuka film tersebut. Dan untuk akreditasi akhir, dalam film~film produksi internasional selalu diawali dengan Unit Production Manager, disusul dengan jajaran Asisten Sutradara dan diikuti oleh daftar jabatan lainnya. Mereka yang sudah tampil dalam akreditasi awal biasanya tidak muncul lagi dalam akreditasi akhir. Seorang Manajer Unit Produksi (Unit Production Manager) merupakan orang yang paling bertanggungjawab atas pelaksanaan harian sebuah produksi film. Istilah ini, untuk produksi skala kecil biasanya cukup disebut dengan istilah Manajer Produksi (Production Manager). Sebutan Manajer Unit Produksi biasanya dipakai dalam pembuatan film cerita. Untuk produksi program televisi ataupun film iklan lebih sering dipakai istilah Manajer Produksi. Seperti disinggung di atas, setelah milenium baru, istilah Manajer Produksi sudah raib dari dunia produksi film iklan.

Manajer Unit, atau lebih sering disebut ‘Unit Manajer’ atau ‘Unit’, dengan pengertian deskripsi kerja yang kita kenal merupakan istilah khas di dunia perfilman Indonesia. Istilah ini berbeda pengertiannya dengan Unit Manager dalam film internasional (baca: Barat). Unit Manager dalam film Barat umumnya bertanggungjawab atas segala hal yang berkaitan dengan basecamp pada saat pelaksanaan produksi film dimulai. Tidak hanya penyiapan ruang sesuai dengan pembagian ruang yang telah direncanakan sebelumnya, tetapi juga segala fasilitas yang harus diadakan supaya ruang tersebut bisa berfungsi dengan baik. Untuk ruang make~up misalnya, seorang Unit Manager harus menyiapkan juga meja rias serta kursi bagi para pemain, baik kursi tunggu maupun kursi dimana ia dirias. Ia juga harus memastikan bahwa ada aliran listrik di ruang tersebut. Seorang Unit Manager tidak mengurusi kendaraan karena ada jabatan yang disebut Transport Captain, dan untuk kemudahan kerja biasanya adalah orang yang ditunjuk perusahaan penyewa kendaraan.
Bila membaca makalah yang ditulis oleh Sdr. Suharso dan Sdr. Yudi Datau maka jelas sekali bahwa tanggungjawab Manajer Unit di Indonesia jauh lebih besar ketimbang di luar negeri. Manajer Unit tidak hanya mengurusi kru, termasuk memanggil kru (baca mempekerjakan kru), tetapi juga memesan peralatan syuting. Suatu tanggungjawab yang di luar Indonesia biasanya dilakoni oleh seorang Koordinator Produksi ataupun Manajer Produksi, tergantung skala produksi.

Kenyataan tersebut di atas juga membuat kita paham pada fenomena yang terjadi di dunia produksi film iklan pada awal tahun 2000an. Banyak “lahir” Line Producer baru yang bisa berperan karena melulu menggantungkan diri pada Manajer Unit. Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan sebagai Line Producer tidak akan tampak bila ia dibantu oleh seorang Manajer Unit yang cukup berpengalaman. Tidak heran bila ada Line Producer yang kurang memahami tahap~tahap produksi secara benar karena memang tidak perlu tahu. Ada Manajer Unit. Yang penting bisa memenuhi tuntutan Produser Eksekutif dalam menghemat biaya, tampil meyakinkan dalam rapat~rapat produksi dan menyenangkan hati klien dan agen periklanan pada saat syuting. Kemampuan berbahasa Inggris menambah legitimasi keproduseran karena tampaknya bisa mengatasi masalah komunikasi dengan para sutradara yang banyak berasal dari luar negeri itu. Untuk menambah wawasan kita semua, berikut saya kutip deskripsi kerja seorang Manajer Produksi yang diambil dari diktat “Dongeng Sebuah Produksi Film dari Sudut Pandang Seorang Manajer Produksi”.

Manajer Produksi

Dalam menyusun kru, Manajer Produksi memanggil kepala departemen dan bertanggungjawab kepada Produser. Dalam hal ini, biasanya seorang Manajer Produksi akan memanggil kepala departemen dan memberikan keleluasaan bagi kepala departemen untuk memilih krunya sendiri. Seorang Manajer Produksi biasanya dibantu oleh Sekretaris, Manajer Lokasi, Penanggung-jawab Konsumsi dan Kapten Transportasi. Sebagai satu tim mereka mengatur keseluruhan logistik produksi sebuah film. Jumlah personil masing-masing jabatan tersebut tergantung kebutuhan masing-masing produksi. Manajer Produksi yang baik harus bisa bekerja-sama dengan siapa saja karena kepala departemen punya hak penuh untuk memilih tim masing-masing. Kekompakan kerja merupakan dasar utama pemberian keleluasaan bagi masing-masing kepala departemen dalam memilih timnya sendiri. Biasanya seorang kepala departemen memiliki kru langganan dengan siapa ia biasa bekerja.

Secara garis besar, tugas dan tanggung-jawab seorang Manajer Produksi adalah:

1. Mengkoordinasi, menyediakan fasilitas dan mengawasi jalannya produksi.
2. Membuat lembar bedah skenario dan jadwal awal syuting
3. Menyusun dan mengawasi anggaran
4. Tawar-menawar dengan kru
5. Tawar-menawar dengan peralatan
6. Mengawasi arus pengeluaran harian
7. Supervisi pemilihan lokasi
8. Memantau pengambilan keputusan (kreatif) harian
9. Menyediakan perubahan jadwal (kalau ada)
10. Mengatur semua urusan logistik
11. Mengatur penginapan dan konsumsi
12. Mengurus asuransi produksi dan kru yang dibutuhkan
13. Menjamin pelaksanaan sewa-menyewa
14. Menguasai jalannya produksi dan harus tanggap dengan rencana produksi yang berikutnya
15. Membuat laporan produksi harian yang mencerminkan status keuangan/ pengeluaran pembuatan film tersebut

Untuk memantau kegiatan harian, seorang Manajer Produksi harus bisa bekerja-sama dengan tim Astrada. Tidak boleh ada kerahasiaan di antara keduanya, terutama dalam memantau jadwal syuting per adegan. Kadang-kadang, pada saat kritis, Manajer Produksi juga harus terbuka dalam hal keuangan sehingga mereka bisa bekerja-sama dalam tetap berusaha memenuhi tuntutan Sutradara tapi menyiasatinya dalam hal anggaran.

Manajer Unit = Manajer Produksi
Dilihat dari keterangan yang dibeberkan secara panjang lebar tersebut di atas jelaslah bahwa Manajer Unit di blantika produksi film iklan sebenarnya menjalankan fungsi seorang Manajer Produksi yang sudah menghilang dari kosa kata hirarki rumah produksi sejak tahun 2000an. Tapi, apakah ada cukup Manajer Unit dewasa ini yang memang sudah pantas memenuhi syarat untuk disebut Manajer Produksi.

cara Produser

11- PRODUCTION

BIDANG ENTERTAINMENT / INFOTAINMENT

*) PEDOMAN POKOK PENDIRIAN SEBUAH PRODUCTION HOUSE (PH).

a. Mendirikan sebuah PH (Production House) dengan bidang usaha perfilman dan infotainment dengan legalisasi badan hukum (Perseroan Terbatas).

b. Modal PT (tercantum di Akta) minimal Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

c. Bidang usaha PT tersebut harus tercantum di Akta ybs sebagai berikut;

1. Menjalankan usaha bidang Produksi Film dan Rekaman Video / CD

2. Menjalankan usaha bidang import dan eksport film.

3. Menjalankan usaha bidang studio film dan laboratorium film.

4. Menjalankan usaha bidang peredaran dan penggandaan film / video / CD.

5. Menjalankan usaha bidang periklanan.

6. Menjalankan usaha bidang import bahan baku film dan shooting equipment film.

7. Menjalankan usaha bidang rental shooting equipment.

8. Menjalankan usaha bidang produksi program untuk broadcast TV.

9. Menjalankan usaha bidang Event Organizer yang sehubungan dengan seni budaya, musik, infotainment, dll.

Legalisasi PT tersebut :

1. Memiliki Akta Pendirian PT tersebut dari notaris dan disahkan oleh Departemen Kehakiman.
2. Memiliki NPWP dari Dirjen Pajak Departemen Keuangan.
3. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Departemen Perdagangan.
4. Memiliki Surat Izin Usaha PerFilman dari DEPDIKBUDPAR
5. Memiliki Surat Keterangan Domisili Kantor PH dari Kelurahan setempat.


TRIPARTIT

PEMBUATAN TELEPROGRAM

I. BROADCAST TELEVISI

II. PRODUCTION HOUSE (PH / Pengisi Acara / Konseptor)

III. SPONSORSHIP (Perdana)



Prioritas

Dasar Pertimbangan

Pembuatan Program

Jenis Program apa yang hendak diajukan

Berapa Durasi

Per Episodenya

Siapa sasaran programnya

Broadcast mana yang hendak dipilih

Siapa pengisi acaranya (Talent)

Air time mana yang dikehendaki

NB : Secara Unique Selling Point Program dimaksud harus menarik, profesional & komersil

Sesuai : Visi sebagai Entertainment / Infotainment

Misi meliput penonton secara luas.


BUSSINES TIME FOR

ENTERTAINMENT / INFOTAINMENT

(AIR – TIME)



Lebih Mahal dari Reguler

Minimal 1 ½ X



30 menit per Episode

60 Menit per Episode

>60 Menit per Episode


BISNIS

SISTEM

JUAL LEPAS

PH. Tidak punya hak lagi

Atas Sebuah Program

Sama-sama memiliki hak dan tanggung jawab atas sebuah Program

Hak Mutlak atas Sebuah Program

INHOUSE

SHARING

BLOCKING

PERHITUNGAN RUGI / LABA

Adapun perhitungan rugi / laba dalam sebuah usaha Entertainment tergantung pada sistem bisnis yang kita pilih dan jenis programnya :

1. Pada IN HOUSE SYSTEM

Platform harga beli dari sebuah Broadcast misalnya Rp. X,- per Episode, maka pertelaannya :

a. Pengamanan modal 15 s/d 20% dari Rp. X,- = BEP (Break Event Point)

b. Efisiensinya dar BEP = Y

Jika kenyataan kalkulasinya melanggar BEP atau setidak-tidaknya “KIT” untuk 1 sequel pertama (13 paket), bisa kita jalankan. Namun apabila kurang dari itu sebaiknya kita mundur.

2. Pada SHARING SYSTEM

Pada Sistem ini kita diwajibkan mencari / mendapatkan sponsor untuk membiayai biaya produksinya. Besarnya adalah Fifty-fifty (50% jatah iklan tersedia, PH yang harus cari). Ini agak beresiko walaupun prospektif apabila berhasil menyedot iklan, terlebih dari jatah yang dimaksud.

Contoh : Hak dan kewajiban kita sponsor @ Rp. 15.000.000,-

(Bisakah BEP = Rp. 15.000.000,- x 6 – (15%) ?)

3. Pada BLOCKING TIME SYSTEM

Pada Sistem ini PH membeli hak siaran. Seluruh biaya produksi + biaya penyiaran sepenuhnya ditanggung oleh PH. Hak penyiaran dan pencarian iklan / sponsor adalah sepenuhnya milik PH.

Contoh : Biaya Produksi 1 episode = Rp. X

Biaya Siaran = Rp. Y

BEP = X + Y

Jika hasil pengumpulan iklan lebih besar dari BEP maka PH akan mendapatkan keuntungan, sebaliknya jika pengumpulan iklan lebih kecil dari BEP maka PH akan mendapatkan kerugian.

*) SASARAN

Adapun spesifikasi hal-hal tersebut di atas, diuraikan melalui :

1. Layar Kaca (Broadcast Televisi), meliputi :

1) Infotainment

2) Documentary

3) Profille,

4) FTV / Sinetron

2. Layar Lebar, Film untuk Bioskop

Yang harus disediakan oleh sebuah PH :

1. Kantor untuk direksi dan manajemen lengkap dengan perlengkapan kantor, telpon, komputer, dll. Tempat parkir luas dan operasional kantor tidak terbatas waktu karena lingkungan perkantoran atau ruko umpamanya masalah overtime security, AC, lift, dsb.
2. Staff kantor : sekretaris, operator komputer dan office boy.

Team kreatif yang profesional di bidangnya : programmer, produksi, marketing atau sponsorship department.

1. Mobil lengkap dengan supir untuk operasional minimal 2 buah.
2. Sarana dan prasarana harus disediakan sepenuhnya oleh produser, umpamanya uang makan pagi, siang, malam, BBM untuk mobil operasional + uang transport kalau tidak dijemput.
3. Untuk menghemat biaya operasional harus ada perencanaan yang matang berdasarkan Polecy Perusahaan
4. Perlu digarisbawahi pembuatan proposal budget produksi berdasarkan skenario dan desain produksi. Terlampir contoh proposal budget produksi FTV yang pernah diproduksi oleh PT Dapur Film dibuat / produksi bulan Maret 2006 dan ditayangkan di ANTV pada bulan Mei 2006.

N O T E

Usaha di bidang Entertainment / Infotainment ini dijamin Prospektif, asalkan :

- Cermat berhitung

- Punya lingkup ke dalam

- Sequel-sequel berikutnya adalah akumulatif profit

- Memiliki tenaga-tenaga profesional (Skill and experiences) yang profitable (bukan soal compassionate).

- Berani dan memahami pra-operasional yang relatif demi menembus / mencapai sasaran (program).

Demikianlah makalah ini kami sajikan, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membuka usaha di bidang Entertainment / Infotainment.

SEMOGA INFO YANG SINGKAT INI DAPAT BERGUNA DAN BISA DIKEMBANGKAN SENDIRI.

BY:RIZKY-K >>>>> http://rizkybroadcaster.wordpress.com

Sabtu, 13 Juni 2009

Mata kuliah Sistem Hukum Indonesia

BAB I

PENDAHULUAH

Hukum merupakan keseluruhan aturan dan prosedur yang spesifik oleh karena itu dapat dibedakan cirri-cirinya dengan norma social lain pada umumnya.Begitu juga pada tata hukum Negara yang merupakan peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, Hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individu-individu.
Sehingga keseluruhan hukum atau aturan yang ada memiliki suatu struktur otoritas yang sifatnya professional guna mengontrol proses social yang terjadi disuatu Negara.


BAB II

PEMBAHASAN

HUKUM TATA NEGARA

Hukum tata Negara atau disingkat dengan HTN memiliki beberapa devinisi menurut para ahli,
a. Menurut Vanvollen Hoven Hukum Tata Negara adalah mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan rakyatnya dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum disana serta menentukan susunan dan wewenangnya dari badan-badan tersebut.
b. Menurut Scolthen Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada negara.
c. Menurut Vanderpot Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, Hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individu-individu.
d. Menurut Logemann Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara.
e. Menurut Prof. Mr. Ph Kleintjets Hukum Tata Negara Hindia Belanda terdiri dari kaedah-kaedah hukum mengenai tata (Inrichting Hindia Belanda), alat perlengkapan kekuasaan negara (Demet Overheadsgezag), tata, wewenang (Bevoegdheden) dan perhubungan kekuasaan (Onderlinge Machtsverhouding) diantara alat-alat perlengkapan.

Hubungan Teori Residu dengan Hukum Tata Negara Indonesia :
Teori residu merupakan pengurang Hukum Tata Negara tidak membedakan secara prinsipil karena perbedaan hanya terletak pada perkembangan histori (sejarah).
A. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik.
Sangat erat hubungannya pertama-tama ditunjukkan oleh Barents dengan perumpamaan Hukum Tata Negara sebagai kerangka manusia sedangkan ilmu politik merupakan daging yang ada disekitarnya artinya Hukum Tata Negara tanpa ilmu politik tidaklah sempurna ibaratkan hanya mempunyai kerangka manusia namun tidak mempunyai daging.
B. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara.
Hukum Tata Negara adalah hukum yang meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, tanggung jawab, lahir dan hilangnya hak serta kewajiban tersebut hak-hak organisasi batasan-batasan dan wewenang.
Hukum Administrasi Negara adalah yang mempelajari jenis bentuk serta akibat hukum yang dilakukan pejabat dalam melakukan tugasnya.

Sumber-sumber Hukum Tata Negara yaitu :
A. Sumber hukum formil dan materil.
1. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuk.
2. Sumber hukum materill adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum.
Sumber hukum formil meliputi:
a. Ketetapan MPRS / MPR
b. UU / PERPU
c. Peraturan pemerintah
d. Keputusan pemerintah
e. Peraturan pelaksana lainnya.
B. Kebiasaan Ketata Negaraan.
C. Traktat / Perjanjian.
Hukum tata Negara Secara Konstitusi
Menurut Heller konstitusi mencerminkan kehidupan politik didalam masyarakat sebagai suatu kenyataan dan itu belum merupakan konstitusi dalam arti hukum atau dengan kata lain konstitusi itu masih merupakan pengertian sosiologis atau politis dan belum merupakan pengertian hukum konstitusi juga dapat diartikan sebagai UUD.


Menurut Calr Schmitt pengertian konstitusi adalah dibaginya pada beberapa bagian pengertian yaitu :
a. Konstitusi dalam arti absolute yaitu:
b. Sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencakup semua bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada didalam Negara.
c. Sebagai bentuk Negara.
d. Sebagai faktor integrasi.
e. Sebagai sistem tertutup dari norma-norma hukum yang tertinggi dalam negara.
f. Konstitusi dalam arti relatif dimaksud sebagai konstitusi sebagai konstitusi yang dihubungkan dngan kepentingan suatu golongan tertentu didalam masyarakat
g. Konstitusi dalam arti positif yaitu ajaran tentang keputusan
h. Konstitusi dalam arti ideal karena ia merupakan idaman dari kaum borjuis liberal.
i. Menurut saya konstitusi adalah suatu dasar hukum atau aturan yang mendasari suatu peraturan pemerintahan dan merupakan hukum bagi warga atau pemerintah yang melakukan penyimpangan terhadap aturan atau hukum konstitusi atau UUD tersebut.

Adapun Bentuk konstitusi.
1. Naskah tertulis yang biasanya dilakukan dan disebut Undang-Undang.
2. Naskah tidak tertulis karena ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah ketentuan melainkan dalam banyak hal diatur dalam konstitusi atau UUD biasa.
Fungsi Konstitusi yaitu tempat kembalinya dari setiap kesalahan yang dilakukan masyarakat atau sebagai hukum yang mengatur setiap kesalahan dari masyarakat.
Nilai- nilai yang dianut dan harus ada dalam konstitusi:
1. Nilai Normatif
Bagi suatu Bangsa konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti hukum, tetapi juga merupakan suatu kenyataan (Reality)
Dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Contoh negara yang menganutnya yaitu negara Amerika Serikat.
2. Nilai Nominal.
Dalam hal ini konstitusi menurut hukum memang berlaku tetapi kenyataanya tidak sempurna. Ketidak sempurnaan berlakunya suatu konstitusi ini jangan dikacaukan bahwa sering kali suatu konstitusi yang tertulis berbeda dari konstitusi yang dipraktekan oleh negara Amerika Serikat.
3. Nilai Semantik.
Konstitusi itu secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik contoh negara Indonesia pada masa Orde Lama.

Hukum tata negara tidak lepas dari Sejarah UUD Indonesia
Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia telah berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar dalam empat periode :
1. Periode 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Pada periode pertama terjadi pada saat Republik Indonesia di Proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, republik yang baru ini belum mempunyai UUD (Undang Undang Dasar). Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) disahkanlah UUD 1945 sebagai UUD Republik Indonesia. Dengan penyusunan UUD pada tanggal 28 Mei 1945 kemudian lahirlah UUD 1945 pada tanggal 17 Agustus 1945 dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 karena revolusi Indonesia berhasil maka hasilnya UUD 1945 disahkan namun dalam UUD tersebut ada yang bersifat sementara.
2. Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
Pada periode kedua ini karena bangsa Belanda ingin kembali menguasai Indonesia maka terjadilah Agresi Belanda I dan Agresi Belanda II. Akibatnya bangsa Indonesia kehilangan sebagian besar wilayahnya dan serta pengaruh dari PBB maka diadakannyalah KMB (Konfrensi Meja Bundar ) pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, dari hasil pertemuan inilah terbentuklah Undang-undang baru bagi Bangsa Indonesia yang berbentuk Serikat yang menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat).
3. Periode 17 Agustus 1950 -5 Juli 1959
Dalam periode ini UUD RIS (1949) merupakan perubahan sementara karena bangsa Indonesia menghendaki persatuan dan akhirnya negara kesatuan RI yang sesuai dengan UUD yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan dibentuk RUUD baru pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh BPKNP dan DPR UUD 1945 masih terdapat pasal-pasal, perubahan UUD tersebut dan ketika konstituante sidang selama kurang dari 2 setengah tahun belum selesai dan juga situasi tanah air di khawatirkan akan timbul perpecahan. Dengan situasi tersebut pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno membacakan dekritnya, yang dikenal dengan Dekrit 5 Juli 1959.
4. Periode 5 Juli 1959
Pada periode ini dimulai saat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dibacakan dan berlakunya UUD 1945 yang asli kembali, UUD juga mengalami perubahan pada saat salah satu atau beberapa pasalnya tidak lagi sesuai dengan perkembangan masyarakat serta mereka tidak lagi merasakan kepastian hukum dari UUD tersebut. UUD yang mengalami perubahan yaitu Pasal 4 ayat 1 dan pasal 17 UUD 1945 pernah tidak berlaku dalam praktek karena dengan kebiasan ketata negaraan berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 yang berlaku adalah sistem pemerintahan parlementer dimana menteri yang semula bertanggung jawab pada Presiden dirubah menjadi bertanggung jawab pada KNIP (Komisi Nasional Indonesia Pusat).
.
Asas-asas yang terkandung didalam UUD
1. Asas Pancasila
Asas pancasila merupakan sumber hukum materil karena itu setiap pengaturan isi peraturan perundangan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan jika terjadi maka peraturan tersebut harus segera dicabut.
Pancasila sebagai asas Hukum Tata Negara dapat dilihat dari:
a. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Asas prikemanusiaan
c. Asas kebangsaan
d. Asas kedaulatan rakyat
e .Asas keadilan
2 . Asas kekeluargaan
Asas kekeluargaan terdapat pada batang tubuh UUD 1945 dan didalam penjelasannya: Pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
3. Asas kedaulatan rakyat
Dalam Hukum Tata Negara pengertian kedaulatan bisa relatif, artinya bahwa kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara yang mempunyai kekuasaan penuh keluar dan kedalam tapi juga bisa dikenakan kepada negara-negara yang terikat pada suatu perjanjian yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederasi atau federasi.kedaulatan itu tidak terpecah-pecah karena dalam suatu negara hanya terdapat satu kekuassan yang teringgi.
Kedaulatan rakyat adalah bahwa rakyatlah yang mempunyai wewenang yang tertinggi yang menentukan segala wewenang dalam negara kedaulatan rakyat diwakilkan pada MPR, kekuasaan majelis itu nyata dan ditentukan oleh UUD tapi oleh karena majelis merupakan suatu badan yang besar dan lamban sifatnya maka ia menyerahkan lagi kepada badan-badan yang ada dibawahnya.
4. Asas pembagian kekuasaan
Bahwa Kekuasaan yang berarti kekuasaam itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian tetapi tidak dipisahkan
1. Asas Negara hukum
Negara hukum adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan pada warga negaranya. Ciri-ciri negara hukum, adalah sebagai berikut:
a. Pengakuan dan perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekusaan atau kekuatan apapun juga.
c. Legalitas dalam arti dalam segala bentuknya.



Tipe-tipe Demokrasi Modern
1. Demokrasi Liberal yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh UU (Uundang-undang) dan pemilihan umum yang bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg.
2. Demokrasi Terpimpin yaitu para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai kendaraan untuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi Sosial ialah demokrasi yang bertaruh kepedulian pada keadilan sosial dan egelafitarisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.
4. Demokrasi Consosional yang membenarkan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok kebudayaan yang menekankan kerja sama yang erat diantara alat yang memiliki masyarakat utama.
5. Demokrasi Partisipasi yang menahankan hubungan timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai.
Sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD:
Menganut sistem Presidensiil namun tidak sepenuhnya karena menururt Pasal 5 ayat 1 dalam hubungannya dengan Pasal 21 ayat 2 UUD 1945 yaitu Presiden dan DPR bersama-sama membuat UUD berarti sistem pemerintahan Presidensiil di Indonesia itu bukan merupakan pelaksanan dari ajaran Trias Politica. Dan sistem pemerintahan di Indonesia menurut UUD yaitu sistem Presidensill namun tidak lagi murni. Dari Pasal 4 dan Pasal 17 UUD 1945 bahwa UUD menganut sistem pemerintahan Presidensiil yaitu Presiden menjadi kepala eksekutif dan mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggung jawab kepadanya.
Isi UUD No.32 Tahun 2004
Yaitu bahwa Pemerintah Daerah dalam penyalenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan juga dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungannya meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan SDA (Sumber Daya Alam), dan sumber daya lainnya yang hubungan tersebut menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar suku dan pemerintah.
Lembaga-lembaga Negara yang ada sebelum Amandemen UUD :
1. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
Pada waktu membicarakan tentang susunan MPR dapat disimpulkan bahwa di panitia persiapan kemerdekaan Indonesia terdapat dua pendapat yaitu:
1. Yang menginginkan agar semua anggota MPR dipilih langsung oleh rakyat.
2. Khusus mengenai utusan golongan tidak dapat dipilih melalui pemilihan umum tetapi diangkat.
2. Presiden
Pengisian jabatan Presiden diatur dalam UUD 1945 Pasal 6 ayat 2 yaitu bahwa Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak sedangkan syarat untuk menjadi Presiden hanya ditentukan orang Indonesia asli (Pasal 6 ayat 1). Kekuasaan Presiden dalam UUD 1945 dibagi atas :
• Kekuasaan Presiden dalam bidang eksekutif
• Kekuasaan Presiden dalam bidang legislatif
• Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara
3. DPR (Dewan Permusyawaratan Rakyat)
Pasal 19 UUD 1945 menetapkan bahwa susunan DPR ditentukan dengan UUD. Prof. Muh. Yamin berpendapat bahwa menurut Pasal 19 ayat 1 UUD 1945 DPR tidak harus ditetapkan dengan UUD pemilihan tetapi dengan UUD biasa / umum. Dengan demikian keanggotaan DPR yang disusun itu bisa saja berdasarkan pemilihan dan pengangkatan asal saja dengan UUD. Jadi yang penting DPR harus diatur dengan UUD sedangkan keanggotaanya bisa saja dipilih ataupun diangkat.
4.DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
DPA ditetapkan oleh UUD sedangkan ayat 2 DPA diwajibkan atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah.
5.MA (Mahkamah Agung)
Kedudukan MA dalam hubungannya dengan negara hukum. Dalam penjelasan UUD dijelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hak menguji MA adalah sebagai berikut:
a. Hak menguji formil
b. Hak menguji materil
6. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
Karena kedudukan dan lapangan pekerjaan BPK dan garis-garis besarnya sama dengan kedudukan dan lapangan pekerjaan dahulu maka sebelum diadakan peraturan baru, aturan-aturan yang berlaku bagi Algemene Reken Kamer untuk sementara waktu dan sekedar sebagai pedoman dijalankan terhadap BPK.


BAB III
KESIMPULAN
Menurut kami Hukum Tata Negara adalah suatu hukum yang mengatur pemerintahan, suatu negara baik hukum peradilan, hukum kepolisian, hukum perundangan atau hukum organisasi (Tata susunan negara).
Hukum tata Negara Sangat erat hubungannya dengan politik pertama-tama ditunjukkan oleh Barents dengan perumpamaan Hukum Tata Negara sebagai kerangka manusia sedangkan ilmu politik merupakan daging yang ada disekitarnya artinya Hukum Tata Negara tanpa ilmu politik tidaklah sempurna ibaratkan hanya mempunyai kerangka manusia namun tidak mempunyai daging.Hukum tata negara juga berkaitan dengan hukum administrasi yang sama – sama meliputi hak dan kewajiban manusia , personifikasi, tanggung jawab, lahir dan hilangnya hak serta kewajiban tersebut hak-hak organisasi batasan-batasan dan wewenang.
Sumber-sumber Hukum Tata Negara yaitu :
A.Sumber hukum formil dan materi
1. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuk.
2. Sumber hukum materill adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum
 Sumber hukum formil Ketetapan MPRS / MPR
 UU / PERPU
 Peraturan pemerintah
 Keputusan pemerintah
B. . Kebiasaan Ketata Negaraan
C. Traktat / Perjanjian
DAFTAR PUSTAKA
Detik kom.
Budiyanto, dasar-dasar Ilmu Tatanegara, Erlangga, Jakarta, 2003

Mata Kuliah Kewarganegaraan

Home
NEGARA DAN WARGANEGARA DALAM SISTEM KENEGARAAN DI INDONESIA
• View
• clicks
Posted April 6th, 2008 by hazeman
• Kewarganegaraan
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.
Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropah termasuk menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii) kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
KEWARGANEGARAAN ORANG ‘CINA’ PERANAKAN
Orang-orang ‘Cina’ peranakan yang tinggal menetap turun temurun di Indonesia, sejak masa reformasi sekarang ini, telah berhasil memperjuangkan agar tidak lagi disebut sebagai orang ‘Cina’, melainkan disebut sebagai orang Tionghoa. Di samping itu, karena alasan hak asasi manusia dan sikap non-diskriminasi, sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk keturunan ‘Cina’ dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Manado, Cina, dan lain sebagainya.
Karena itu, status hukum dan status sosiologis golongan keturunan ‘Tionghoa’ di tengah masyarakat Indonesia sudah tidak perlu lagi dipersoalkan. Akan tetapi, saya sendiri tidak begitu ‘sreg’ dengan sebutan ‘Tionghoa’ itu untuk dinisbatkan kepada kelompok masyarakat Indonesia keturunan ‘Cina’. Secara psikologis, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, istilah ‘Tionghoa’ itu malah lebih ‘distingtif’ atau lebih memperlebar jarak antara masyarakat keturunan ‘Cina’ dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Apalagi, pengertian dasar istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri terdengar lebih tinggi posisi dasarnya atau bahkan terlalu tinggi posisinya dalam berhadapan dengan kelompok masyarakat di luar keturunan ‘Cina’. ‘Tiongkok’ atau ‘Tionghoa’ itu sendiri mempunyai arti sebagai negara pusat yang di dalamnya terkandung pengertian memperlakukan negara-negara di luarnya sebagai negara pinggiran. Karena itu, penggantian istilah ‘Cina’ yang dianggap cenderung ‘merendahkan’ dengan perkataan ‘Tionghoa’ yang bernuansa kebanggaan bagi orang ‘Cina’ justru akan berdampak buruk, karena dapat menimbulkan dampak psikologi bandul jam yang bergerak ekstrim dari satu sisi ekstrim ke sisi ekstrim yang lain. Di pihak lain, penggunaan istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri juga dapat direspons sebagai ‘kejumawaan’ dan mencerminkan arogansi cultural atau ‘superiority complex’ dari kalangan masyarakat ‘Cina’ peranakan di mata masyarakat Indonesia pada umumnya. Anggapan mengenai adanya ‘superiority complex’ penduduk keturunan ‘Cina’ dipersubur pula oleh kenyataan masih diterapkannya sistem penggajian yang ‘double standard’ di kalangan perusahaan-perusahaan keturunan ‘Cina’ yang mempekerjakan mereka yang bukan berasal dari etnis ‘Cina’. Karena itu, penggunaan kata ‘Tionghoa’ dapat pula memperkuat kecenderungan ekslusivisme yang menghambat upaya pembauran tersebut.
Oleh karena itu, mestinya, reformasi perlakuan terhadap masyarakat keturunan ‘Cina’ dan warga keturunan lainnya tidak perlu diwujudkan dalam bentuk penggantian istilah semacam itu. Yang lebih penting untuk dikembangkan adalah pemberlakuan sistem hukum yang bersifat non-diskriminatif berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, diiringi dengan upaya penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, dan didukung pula oleh ketulusan semua pihak untuk secara sungguh-sungguh memperdekat jarak atau gap social, ekonomi dan politik yang terbuka lebar selama ini. Bahkan, jika mungkin, warga keturunanpun tidak perlu lagi menyebut dirinya dengan etnisitas yang tersendiri. Misalnya, siapa saja warga keturunan yang lahir di Bandung, cukup menyebut dirinya sebagai orang Bandung saja, atau lebih ideal lagi jika mereka dapat mengidentifikasikan diri sebagai orang Sunda, yang lahir di Madura sebut saja sebagai orang Madura. Orang-orang keturunan Arab yang lahir dan hidup di Pekalongan juga banyak yang mengidentifikasikan diri sebagai orang Pekalongan saja, bukan Arab Pekalongan.
Proses pembauran itu secara alamiah akan terjadi dengan sendirinya apabila medan pergaulan antar etnis makin luas dan terbuka. Wahana pergaulan itu perlu dikembangkan dengan cara asimiliasi, misalnya, melalui medium lembaga pendidikan, medium pemukiman, medium perkantoran, dan medium pergaulan social pada umumnya. Karena itu, di lingkungan-lingkungan pendidikan dan perkantoran tersebut jangan sampai hanya diisi oleh kalangan etnis yang sejenis. Lembaga lain yang juga efektif untuk menyelesaikan agenda pembauran alamiah ini adalah keluarga. Karena itu, perlu dikembangkan anjuran-anjuran dan dorongan-dorongan bagi berkembangnya praktek perkawinan campuran antar etnis, terutama yang melibatkan pihak etnis keturunan ‘Cina’ dengan etnis lainnya. Jika seandainya semua orang melakukan perkawinan bersilang etnis, maka dapat dipastikan bahwa setelah satu generasi atau setelah setengah abad, isu etnis ini dan apalagi isu rasial, akan hilang dengan sendirinya dari wacana kehidupan kita di persada nusantara ini.
PEMBARUAN UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan, berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Warga keturunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang kewarganegaraan. Dalam hukum Indonesia di masa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukup dikaitkan dengan kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antara warganegara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warganegara (natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warganegara Indonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warganegara Republik Indonesia itu di kemudian hari dapat saja berpindah menjadi warganegara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetap sebagai warganegara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai warganegara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadi warganegara Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Dengan sendirinya, apabila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yang disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian ‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah menyandang status sebagai warganegara asing sudah sepantasnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai kewarganegaraan asli dan konsep tentang tata cara memperoleh status kewarganegaraan yang meliputi juga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat diskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalam penyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangat untuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.

mata kuliah Hadits

Hadits Ke-1

Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)[1]
Kedudukan Hadits
Materi hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).
Setiap Amal Tergantung Niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c. Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Beribadah dengan Tujuan Dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.
Hijrah
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk Hijrah:
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
Ketiga bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari makna hijrah.

http://opi.110mb.com/haditsweb/arbain/hadits1.htm



Sebuah Hadist Rosulullah Saw tentang "Iklas dalam beramal"
Nov 4, '08 4:04 AM
for everyone
Diriwayatkan dari Umar bin Khathab ra. ia berkata diatas mimbar : Aku pernah mendengar Rosulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang akan diperolehnya atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka dia akan mendapatkan sebagaimana apayang dia niatkan” (H.R. Bukhari).

Perawi Hadist adalah Umar bin Khathab ra, beliau masuk islam sebelum masa Rosulullah Saw hijrah ke Madinah, beliau adalah khalifah kedua yang masa kekhalifahannya sepuluh tahun enam bulan. Dan beliau berhasil meraih Syahadah (mati syahid) di bulan Dzul Hijjah tahun 23 H….Allahu Akbar.

Ada beberapa faedah yang bisa diambil dari hadist ini antara lain :
1. Dasar amal perbuatan dalam Islam adalah niat.
2. Jika niat kita benar dan perbuatan kita baik, maka Allah SWT akan menerima amal perbuatan itu.
3. Seorang muslim akan di beri pahala atas amal perbuatan dunianya manakala ia iringi dengan niat yang benar. Dan seluruh amal perbuatan kita (yang baik) pada hakekatnya adalah ibadah kepada Allah SWT.
4. Apabila seorang muslim berniat mengerjakan suatu amal kebajikan, lalu ia tidak mampu menunaikannya, maka sesungguhnya ia di beri pahala atas niat baiknya.
5. Niat iklas karena Allah SWT adalah kunci sukses meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

http://otrad.multiply.com/journal/item/31/Sebuah_Hadist_Rosulullah_Saw_tentang_Iklas_dalam_beramal


Yang Terlupa Dari Keikhlasan
15Jun2008 Kategori: Aqidah, Nasihat Untuk Muslimah
Ikhlas, suatu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kaum muslimin. Sebuah kata yang singkat namun sangat besar maknanya. Sebuah kata yang seandainya seorang muslim terhilang darinya, maka akan berakibat fatal bagi kehidupannya, baik kehidupan dunia terlebih lagi kehidupannya di akhirat kelak. Ya itulah dia, sebuah keikhlasan. Amal seorang hamba tidak akan diterima jika amal tersebut dilakukan tidak ikhlas karena Allah.
Allah berfirman yang artinya,
“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya.” (Qs. Az Zumar: 2)
Keikhlasan merupakan syarat diterimanya suatu amal perbuatan di samping syarat lainnya yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Perkataan dan perbuatan seorang hamba tidak akan bermanfaat kecuali dengan niat (ikhlas), dan tidaklah akan bermanfaat pula perkataan, perbuatan dan niat seorang hamba kecuali yang sesuai dengan sunnah (mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam)”
Apa Itu Ikhlas ?
Banyak para ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan membahas permasalahan niat (dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan keikhlasan), di antaranya Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, Imam Al Maqdisi dalam kitab Umdatul Ahkam, Imam Nawawi dalam kitab Arbain An-Nawawi dan Riyadhus Shalihin-nya, Imam Al Baghowi dalam kitab Masobihis Sunnah serta ulama-ulama lainnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keikhlasan tersebut. namun, apakah sesungguhnya makna dari ikhlas itu sendiri ?
Ukhti muslimah, yang dimaksud dengan keikhlasan adalah ketika engkau menjadikan niatmu dalam melakukan suatu amalan hanyalah karena Allah semata, engkau melakukannya bukan karena selain Allah, bukan karena riya (ingin dilihat manusia) ataupun sum’ah (ingin didengar manusia), bukan pula karena engkau ingin mendapatkan pujian serta kedudukan yang tinggi di antara manusia, dan juga bukan karena engkau tidak ingin dicela oleh manusia. Apabila engkau melakukan suatu amalan hanya karena Allah semata bukan karena kesemua hal tersebut, maka ketahuilah saudaraku, itu berarti engkau telah ikhlas. Fudhail bin Iyadh berkata, “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya.”
Dalam Hal Apa Aku Harus Ikhlas ?
Sebagian manusia menyangka bahwa yang namanya keikhlasan itu hanya ada dalam perkara-perkara ibadah semata seperti sholat, puasa, zakat, membaca al qur’an , haji dan amal-amal ibadah lainnya. Namun ukhti muslimah, ketahuilah bahwa keikhlasan harus ada pula dalam amalan-amalan yang berhubungan dengan muamalah. Ketika engkau tersenyum terhadap saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau mengunjungi saudarimu, engkau harus ikhlas. Ketika engkau meminjamkan saudarimu barang yang dia butuhkan, engkau pun harus ikhlas. Tidaklah engkau lakukan itu semua kecuali semata-mata karena Allah, engkau tersenyum kepada saudarimu bukan karena agar dia berbuat baik kepadamu, tidak pula engkau pinjamkan atau membantu saudarimu agar kelak suatu saat nanti ketika engkau membutuhkan sesuatu maka engkau pun akan dibantu olehnya atau tidak pula karena engkau takut dikatakan sebagai orang yang pelit. Tidak wahai saudariku, jadikanlah semua amal tersebut karena Allah.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di kota lain, maka Allah mengutus malaikat di perjalanannya, ketika malaikat itu bertemu dengannya, malaikat itu bertanya, “Hendak ke mana engkau ?” maka dia pun berkata “Aku ingin mengunjungi saudaraku yang tinggal di kota ini.” Maka malaikat itu kembali bertanya “Apakah engkau memiliki suatu kepentingan yang menguntungkanmu dengannya ?” orang itu pun menjawab: “Tidak, hanya saja aku mengunjunginya karena aku mencintainya karena Allah, malaikat itu pun berkata “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk mengabarkan kepadamu bahwa sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena-Nya.” (HR. Muslim)
Perhatikanlah hadits ini wahai ukhti, tidaklah orang ini mengunjungi saudaranya tersebut kecuali hanya karena Allah, maka sebagai balasannya, Allah pun mencintai orang tersebut. Tidakkah engkau ingin dicintai oleh Allah wahai ukhti ?
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah engkau menafkahi keluargamu yang dengan perbuatan tersebut engkau mengharapkan wajah Allah, maka perbuatanmu itu akan diberi pahala oleh Allah, bahkan sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.” (HR Bukhari Muslim)
Renungkanlah sabda beliau ini wahai ukhti, bahkan “hanya” dengan sesuap makanan yang seorang suami letakkan di mulut istrinya, apabila dilakukan ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberinya pahala. Bagaimana pula dengan pengabdianmu terhadap suamimu yang engkau lakukan ikhlas karena Allah ? bukankah itu semua akan mendapat ganjaran dan balasan pahala yang lebih besar? Sungguh merupakan suatu keberuntungan yang amat sangat besar seandainya kita dapat menghadirkan keikhlasan dalam seluruh gerak-gerik kita.
Berkahnya Sebuah Amal yang Kecil Karena Ikhlas
Ukhti muslimah yang semoga dicintai oleh Allah, sesungguhnya yang diwajibkan dalam amal perbuatan kita bukanlah banyaknya amal namun tanpa keikhlasan. Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila kita melakukannya ikhlas karena Allah, maka Allah akan menerima dan melipat gandakan pahala dari amal perbuatan tersebut. Abdullah bin Mubarak berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil hanya karena niat.”
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR. Muslim)
Lihatlah ukhti, betapa kecilnya amalan yang dia lakukan, namun hal itu sudah cukup bagi dia untuk masuk surga karenanya. Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu ada seekor anjing yang berputar-putar mengelilingi sumur, anjing tersebut hampir-hampir mati karena kehausan, kemudian hal tersebut dilihat oleh salah seorang pelacur dari bani israil, ia pun mengisi sepatunya dengan air dari sumur dan memberikan minum kepada anjing tersebut, maka Allah pun mengampuni dosanya.” (HR Bukhari Muslim)
Subhanallah, seorang pelacur diampuni dosanya oleh Allah hanya karena memberi minum seekor anjing, betapa remeh perbuatannya di mata manusia, namun dengan hal itu Allah mengampuni dosa-dosanya. Maka bagaimanakah pula apabila seandainya yang dia tolong adalah seorang muslim ? Dan sebaliknya, wahai ukhti, amal perbuatan yang besar nilainya, seandainya dilakukan tidak ikhlas, maka hal itu tidak akan berfaedah baginya. Dalam sebuah hadits dari Abu Umamah Al Bahili, dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali, Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.” Kemudian beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Daud dan Nasai). Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seseorang yang dia berjihad, suatu amalan yang sangat besar nilainya, namun dia tidak ikhlas dalam amal perbuatannya tersebut, maka dia pun tidak mendapatkan balasan apa-apa.
Buah dari Ikhlas
Untuk mengakhiri pembahasan yang singkat ini, maka kami akan membawakan beberapa buah yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas. Seseorang yang telah beramal ikhlas karena Allah (di samping amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka keikhlasannya tersebut akan mampu mencegah setan untuk menguasai dan menyesatkannya. Allah berfirman tentang perkataan Iblis laknatullah alaihi yang artinya: Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.” (Qs. Shod: 82-83). Buah lain yang akan didapatkan oleh orang yang ikhlas adalah orang tersebut akan Allah jaga dari perbuatan maksiat dan kejelekan, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Yusuf yang artinya “Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas. “ ( Qs. Yusuf : 24). Pada ayat ini Allah mengisahkan tentang penjagaan Allah terhadap Nabi Yusuf sehingga beliau terhindar dari perbuatan keji, padahal faktor-faktor yang mendorong beliau untuk melakukan perbuatan tersebut sangatlah kuat. Akan tetapi karena Nabi Yusuf termasuk orang-orang yang ikhlas, maka Allah pun menjaganya dari perbuatan maksiat. Oleh karena itu wahai ukhti, apabila kita sering dan berulang kali terjatuh dalam perbuatan kemaksiatan, ketahuilah sesungguhnya hal tersebut diakibatkan minim atau bahkan tidak adanya keikhlasan di dalam diri kita, maka introspeksi diri dan perbaikilah niat kita selama ini, semoga Allah menjaga kita dari segala kemaksiatan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas. Amin ya Rabbal alamin.

mata Kuliah Metode penelitian

PRAWACANA:
METODE PENELITIAN
DAN PEMBELAJARAN SEJARAH
=============================================
Tulisan berikut akan membahas penilaian kritis terhadap pembelajaran sejarah yang
terjadi sejauh pengalaman penulis, mulai belajar sejarah dari madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah sampai perguruan tinggi. Dengan demikian, posisinya adalah tidak lebih hanya
sekedar berbagi pengalaman dalam belajar dan mengajar sejarah. Artinya, kita semua ingin
banyak belajar (schooling) agar saling memperkaya khazanah pengetahuan sejarah, baik
dari sisi subtansi maupun metode mengajar. Sebagai bahan prawacana dalam risalah ini
amatlah penting untuk memberikan sedikit paparan tentang konsep penelitian sejarah dan
kemudian dilanjutkan dengan konsepsi pembelajaran sejarah dengan mengedepankan
interaksi edukatif antara guru (dosen ) dan murid (mahasiswa) yang bertumpu pada
konsep sejarah sebagai medium bahan ajarnya.
A. Penelitian Sejarah
Dalam penelitian sejarah ada lima tahapan yang harus dilakukan oleh seorang peneliti
sejarah dalam melakukan penelitiannya, yaitu:
1. Memilih Topik
Hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sejarah adalah memilih topik
yang akan diteliti. Dalam memilih topik ada beberapa pertimbangan yang biasa digunakan
oleh seorang peneliti sejarah yaitu:
a. Pertimbangan subyektif
Pertimbangan ini memiliki kedekatan emosional dengan peneliti. Aspek emosional
seringkali menjadi pintu awal bagi peneliti, yaitu menemukan inspirasi dari pengalaman
hidup yang paling dekat yang dianggap menarik untuk diteliti.
Misalnya meneliti sejarah desa, tempat penulis dilahirkan. Peneliti yang melakukan
penelitian ditempat sendiri (native peneliti), dimana ia dilahirkan dan di besarkan, tentu
meliliki kedekatan emosional yang lebih daripada peneliti yang datang dari luar. Ia
mengetahui dengan detail kandungan informasi yang tidak terungkap, seperti sosial,
budaya, keagamaan, ekonomi, politik masyarakat setempat dan lain-lainnya sehingga bisa
membentuk masyarakat desa yang seperti sekarang. Mengingat Indonesia merupakan
negara yang kaya dengan desa dengan segala jenisnya, maka penelitian tentang desa
tersebut kelak bisa dijadikan bahan untuk membuat generalisasi, karakteristik tentang
desa di seluruh Indonesia, sehingga bisa dimanfaatkan demi memajukan masyarakat
Indonesia.
b. Pertimbangan obyektif
Pertimbangan ini berdasarkan pada kedekatan intelektual. Kedekatan intelektual
mengandung arti bahwa seseorang yang menulis sejarah tertentu, katakanlah desa, dituntut banyak untuk mampu menempatkan desa itu dalam kontek persoalan desa secara
konseptual. Karena itu, penguasaan konsep-konsep yang berkenaan dengan persoalan desa
dan sejarahnya menjadi sangat penting untuk dikuasai, misalnya masalah sosial, budaya,
keagamaan, ekonomi, politik, pertanahan dan lain-sebagainya. Desa dalam hal ini dilihat
sebagai peristiwa empiris dan obyektif. Ini penting dilakukan secara jujur, agar kedekatan
emosional yang melatarbelakangi peneliti tidak mengakibatkan penulisan sejarah berubah
menjadi pengadilan sejarah atau arena subyektivitas.
Di balik topik yang dipilih, terkandung beberapa permasalahan diantaranya:
a. Pertanyaan inti (subjec matter) yang diteliti atau rumusan masalah;
b. Penjelasan mengapa diteliti atau manfaat penelitian;
c. Maksud dan tujuan penelitian;
d. Batasan penelitian dalam tempat dan waktu;
e. Teori dan konsep yang dijadikan rujukan dalam penelitian;
Untuk itu langkah awal bagi peneliti sejarah adalah menstudi perkembangan
penulisan dalam bidang yang akan diteliti. Misalnya seorang peneliti akan melakukan
penelitian tentang madrasah, maka seluruh penelitian tentang madrasah harus direview.
Dengan langkah ini dapat diketahui apa kekurangan para peneliti terdahulu dan apa yang
masih perlu diteliti, sehingga pengulahan terhadap penelitian tidak terjadi. Bisa jadi hasil
penelitian yang dilakukan akan menguatkan, menambah, atau melemahkan dan
membantah hasil temuan terdahulu.
Dalam pandangan teori sejarah, memilih topik (permasalahan) masuk pada katagori
menjawab pertanyaan: apa (what) peristiwa/sejarah yang hendak peneliti sejarah teliti, di
mana (where) penelitian akan dilakukan, yaitu menentukan daerah mana yang menjadi
obyek penelitian. Kemudian menjawab pertanyaan kapan (when) kapan peristiwa/sejarah
yang diteliti terjadi, yaitu dapat dilacak hingga pada tahun dan kurun tertentu. Kemudian
sangatlah mudah untuk menjawab pertanyaan siapa pelaku sejarahnya (who). Tidak
terkecuali pula tidak sulit menjawab pertanyaan bagaimana peristiwa berlangsung (how),
misalnya dengan merumuskan babakan peristiwa, atau membagi peristiwa ke dalam
periodesisasi. Lebih jauh lagi, dapat ditanyakan motivasi tiap-tiap peristiwa sehingga
pertanyaan mengapa (why) bisa dijawab dengan mudah. Perlu dicatat juga untuk mengkaji
sejarah secara kritis, yang lebih mengedepankan kerangka fikir analisis untuk pertanyaan
yang harus dikembangkan secara panjang lebar adalah why. Question why (Mengapa,
mengapa dan mengapa) ini harus diteropong dan ditelaah secara berkelanjutan, dengan
demikian seseorang akan menemukan sebuah fakta sejarah secara lebih komprehensif dan
lebih utuh. Kerangka nalar question 5 W (what, where, when, who and why) dan 1 H (how)
inilah yang harus dicoba untuk dipahami sebagai seorang pengajar dan penelaah sejarah.
Setiap kali kita membicarakan sejarah baik melalui pendekatan deskriptif kronologis
maupun pendekatan kritis kerangka dasar question ini harus terjawab dan terjelaskan.
2. Pengumpulan Data
Data sejarah adalah data yang berhasil dikumpulkan secara selektif dari peninggalan
sejarah yang telah ada, baik tertulis maupun tidak tertulis. Jika data sejarah diolah sampai
melahirkan interpretasi maka berubah kedudukannya menjadi fakta sejarah.
Menurut bahannya, data sejarah dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tertulis (dokumen)
Data sejarah tertulis (dokumen) dapat berupa surat resmi, surat pribadi, memori,
buku harian, catatan perjalanan, note tulen rapat, kontrak kerja, surat keputusan, disposisi, bon-bon dan sebagainya.
Tingkat kemudahan dalam mencari sumber ini terkait sejauh mana masyarakat
menyadari pentingnya sumber sejarah. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terbiasa
mendokumentasi berbagai hal (sekalipun data yang dianggap penting) bahkan melakukan
program pemusnahan data sebelum disentuh oleh sejarawan. Disamping itu, kita mungkin
termasuk bangsa yang kurang menghargai dokumen klasik, sehingga tidaklah heran
apabila banyak sejumlah dukumen hilang, misalnya dukumen Super Semar bahkan
museum yang ada sekalipun tidak terawat dengan sewajarnya. Berbeda dengan yang
pernah penulis saksikan di New York, tepatnya di Universitas Cornel yang pernah
dikunjunginya dimana terlihat betapa tingginya kesadaran akan pentingnya dokumen
klasik. Misalnya di situ ada sumber klasik Islam yang disimpan ditempat yang canggih,
tertata dengan rapi, sangat aman karena dilengkapi dengan kamera pengaman dan
pengatur temperatur.
Ada perbedaan antara penelitian sejarah dan sosial dalam menentukan jenis data
yang bisa dikategorikan sebagai data primer. Dalam penelitian sejarah data tertulis
(dukumen) dapat dikategorikan sebagai data primer manakala dukumen itu dibuat oleh
saksi pertama, atau dibuat sendiri oleh yang bersangkutan. Sedangkan bagi peneliti sosial
yang masuk pada kategori data primer adalah hasil wawancara langsung, sementara
dokumentasi dikategorikan data sekunder.
b. Tidak tertulis (artefak)
Data sejarah yang tidak tertulis dapat berbentuk artefak (berupa foto-foto, bangunan,
alat-alat seperti perabot rumah tangga, pakaian, kendaraan, senjata, alat tulis dan
sebagainya) dan lisan. Dari sekian bentuk artefak ini, bangunan adalah yang mudah
diteliti. Yang dilihat bukan bangunanya, akan tetapi fungsinya. Sebab fungsi bangunan
mengikuti profesi. Contoh, pengusaha batik pasti punya tempat jemuran, alat-alat-alat
pembatik, seperti cap dan canting, tempat-tempat pencelupan, dan toko. Petani padi pasti
memiliki tempat-tempat jemuran, mesin giling, alat potong dan sebagainya. Sedangkan
data sejarah yang berbentuk lisan bisa ditelusuri melalui wawancara, atau
mendokumentasikan cerita-cerita rakyat, lagu, tembang yang masih ada di kalangan
rakyat.
3. Verifikasi
Dalam studi historiografi, setelah permasalahan dirumuskan dan data terkumpul,
tahap berikutnya adalah verifikasi, yaitu melakukan kritik terhadap data sejarah guna
memperoleh keabsahan data yang telah terkumpul.
Ada dua macam kritik terhadap data sejarah yaitu:
a. Kritik ekstern (otentisitas)
Kritik ektern, misalnya peneliti menemukan note tulen rapat, maka yang dilakukan
oleh peneliti adalah mempelajari kertas, tinta, gaya tulisan, bahasa, dan semua penampilan
luar note tulen untuk mengetahui apakah data tersebut asli atau palsu.
b. Kritik intern
Setelah terbuktikan bahwa dukumen yang ada asli (otentik), maka langkah
selanjutnya adalah melakukan kritik intern, untuk mengetahui apakah isi dukumen itu
bisa dipercaya atau tidak. Sebagai contoh: bila dalam note tulen atau berita acara
disebutkan bahwa setelah kepala madrasah dilantik banyak koleganya mengucapkan
selamat dengan rangkul tempel pipi, termasuk yang wanitanya. Ini bisa dinilai kredibel bila memang pada waktu itu cara pengucapan selamat dengan rangkul tempel pipi telah
mentradisi di masyarakat. Bila belum mentradisi maka dukumen itu diragukan
kredibilitasnya.
3. Intrepretasi
Interpretasi dilakukan supaya data sejarah yang telah terkumpul bisa berbicara atau
dipahami oleh orang lain sehingga menjadi fakta sejarah. Dalam tahapan ini subyektivitas
peneliti mulai muncul. Oleh karena itu agar hal tersebut tidak terjadi atau paling tidak
diminimalkan, maka diperlukan analisis dan sintesis.
a. Analisis
Analisis berarti menguraikan kandungan fakta ke dalam katagori-katagori. Misalnya,
mengkatagorikan profesi sampingan dari seorang pengajar ke dalam beberapa pekerjaan,
sepertinya: pedagang, petani, makelar, manager, penerbang, pemburu dan sebagainya.
Berdasarkan katagori itu akan muncul beberapa interpretasi, misalnya: pengajar di daerah
tertentu (tempat yang diteliti) gajinya tidak cukup untuk menghidupi keluarga. Interpretasi
lain menunjukkan bahwa pengajar di daerah tertentu (tempat yang diteliti) memiliki
semangat usaha atau etos kerja yang sangat tinggi. Untuk merumuskan interpretasi yang
lebih dekat dengan kebenaran, perlu dikonsultasikan dengan fakta-fakta lainnya, atau
dengan teori yang mendukung fakta tersebut.
b. Sintesis
Hasil dari upaya konsultasi antara interpretasi dengan fakta sejarah lainnya (teori)
disebut sintesis. Contoh: bila ada data tentang gerakan mahasiswa menentang
pemerintahan X, militer mendiamkan dengan tidak mengambil tindakan tegas, namun
setelah X itu jatuh, lalu militer secara sigap melakukan represi terhadap setiap gerakan
yang merongrong pemerintah atas nama reformasi, maka dapat dibuat sintesis bahwa
militer bermain politik, atau tidak netral sebagaimana yang dijanjikan.
5. Penulisan.
Bila semua tahapan studi historiografi diatas telah dijalankan, langkah selanjutnya
adalah menuliskan hasil interpretasi dan sintesisnya ke dalam sebuah tulisan. Sejak detik
inilah potensi bakat menulis menjadi signifikan. Dengan kata lain, banyak peneliti bagus
dalam melakukan pengumpulan dan analisis data, namun bila sampai pada tahapan
penulisan mengalami hambatan. Ini banyak terbukti di berbagai kalangan baik akademisi,
maupun birokrat, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam menyelasaikan studinya
sesuai kalender akademik.
Menulis sejarah berbeda dengan menulis dalam bentuk ilmu sosial lainnya. Pada
sejarah lebih mengutamakan pada kronologis, sedangkan pada ilmu sosial mengutamakan
pada sistimatika. Sejarah bersifat diakronis (memanjang), sedangkan sosial bersifat
sinkronis (melebar).
Secara teknis, penulisan meliputi beberapa hal yaitu:
a. Pengantar
Yang masuk dalam muatan pengantar adalah: permasalahan, pertanyaan yang akan
dijawab melalui penelitian dan teori yang dipakai, hiostoriografi dan sumber sejarah.
b. Paparan Hasil penelitian
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tulisan dengan mendialogkan antara temuan
lapangan dengan teori dan konsep yang terkait. c. Kesimpulan
Kemudian pada simpulannya dirumuskan generalisasi (generalization). Dalam
generalisasi itu akan nampak, apakah menerima, memberi catatan atau menolak
generalisasi yang sudah ada. Contoh: menerima bahwa kaum reformis Islam di daerah X
adalah homo economicus, namun di daerah Y bangsawanlah yang economicus; bahwa orang
Islam kalah berani berspekulasi dengan Cina dalam berdagang.
Dalam tahap penulisan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
penulis sejarah, antara lain:
a. Memiliki kemampuan bahasa secara baik;
b. Harus memperhatikan kesatuan nilai sejarah;
c. Mengandung pola dan sistematika penyusunan secara utuh;
d. Keseluruhan tampilan haruslah argumentatif dengan hujjah dan fakta yang obyektif.
Disinilah seorang sejarawan dituntut untuk berupaya menegakkan segi–segi
obyektivitas. Hal ini bisa ditempuh dengan mengutamakan realitas, bersikap jujur atas
kecenderungan pribadinya dan menggunakan pendekatan yang jelas dan terukur.
Berkaitan dengan problem pendekatan, para sejarawan modern menganjurkan adanya
berbagai pendekatan ilmu-ilmu sosial. Langkah demikian ini diharapkan sebagai upaya
untuk mengilmiahkan pengkajian sejarah dan juga mengurangi subyektivitas sehingga
meningkatkan kadar obyektivitas dalam pengkajian sejarah.
Segenap apa yang dipaparkan diatas menjadi suatu hal yang sangat signifikan untuk
dipahami secara baik oleh seorang sejarawan ataupun seorang pengajar sejarah.
Bagaimana mungkin dikatakan seorang sejarawan jika ia tidak memahami konsep
penelitian yang menjadi titik awal dari pengkajian secara konseptual dalam bidang sejarah.
Terlebih lagi bagi seorang pengajar sejarah yang tidak atau kurang memahami konsep
penelitian sejarah. Menyikapi akan hal tersebut muncul pertanyaan: apa yang akan ia
lakukan dalam pembelajarannya?.
Namun demikian seorang yang menguasai bahan ajar sejarah dalam realitas tertentu
belum tentu mampu mewujud menjadi seorang yang ahli pula dalam upaya
mentransformasikannya kepada orang lain dalam bentuk interaksi pembelajaran. Untuk
mewujudkan itu semua diperlukan sebuah konsep pembelajaran secara lebih sistematis.
B. Pembelajaran Sejarah
Bagi seorang pengajar sejarah (guru atau dosen), penguasaan pembelajaran sejarah
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dikuasai, agar kegiatan belajar yang
berlangsung dapat berjalan secara efektif sesuai dengan yang ditetapkan dalam syalabi.
Untuk itu ada beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam proses
pembelajaran sejarah, yaitu:
1. Merumuskan Konsep Sejarah
Perumusan konsep sejarah dapat diperoleh dengan melakukan penilaian sejarah.
Penilaian sejarah merupakan salah satu tugas akademisi, seperti pengajar (dosen) dalam
proses pembelajaran sejarah. Penilaian sejarah dapat dilakukan dalam dua model yaitu:
a. Penilaian Kritis
Penilaian kritis menekankan pada upaya mengkritisi tampilan materi sejarah yang
diajarkan dengan realitas sejarah yang sesungguhnya. Penilaian kritis dapat dilihat dari
sisi konsep dan metode pembelajaran sejarah.Dalam konsep pembelajaran sejarah Islam, ada distorsi tampilan sejarah yaitu:
1) Adanya sentrisme Arab yang mendominasi (Arabic core oriented)
Tampilan sejarah sentrisme Arab, biasa disebut konvensional, atau disebut teori
sentral di mana Arab sebagai intinya, dengan meminimalkan realitas sejarah wilayah non-
Arab. Dalam hal tersebut Nabi Muhammad SAW dengan Madinah dan Makkah sebagai
pusatnya menjadi nucleus tunggal yang kemudian berkembang, menyebar ke seluruh dunia
melewati batas wilayah Arab. Kecenderungan sejarah ini dapat dilihat dalam literatur,
misalnya “Mausuutu al-Tarikh wa al-Hadlaratu al-Islamiyah”, oleh Prof Syalabi; Richard W.
Bulliet “Arabic Core Oriented” dalam Islam: The View from the Edge. Kemudian, kritik
terhadap pandangan tersebut lahir buku The Venture of Islam:conscience and History in a
World Civilization (1974). Buku ini menyajikan banyak informasi tentang bagaimana
wilayah non-Arab memberikan sumbangan dalam pengembangan peradaban Islam.
Pandangan sentral ini tidak saja tidak bisa menggambarkan realitas sejarah Islam
secara menyeluruh (total history), tetapi juga tidak bisa menjawab sejumlah pertanyaan:
mengapa justru mayoritas Muslim adalah masyarakat non-Arab; mengapa mereka mampu
mengembangkan peradaban yang relatif maju dan homogen. Semua itu menunjukkan
bahwa di luar Arab ada peran sejarah yang ditampilkan. Dengan demikian, untuk menuju
total history, pandangan sentral perlu dilengkapi dengan pandangan periperal. Adalah
menampilkan peran non-Arab, misalnya Persia, dan Usmani, dan India dalam pentas
sejarah Islam. Hari ini kita dapat menyaksikan bagaimana Turki, Bosnia, Iran, Pakistan
memainkan peran penting dalam sejarah dunia kontemporer. Ini semua menunjukkan
bahwa dulu wilayah yag dikatagori non-Arab memegang peran signifikan dalam
pengembangan sejarah dan peradaan Islam.
2) Sejarah yang hanya menampilkan pentas politik elite (political oriented)
Pandangan sentral tersebut mengandung konsekwensi materi sejarah yang syarat
dengan sejarah elite politik. Adalah sejarah raja-raja, sejarah timbul dan tenggelamnya elite
penguasa, sejarah naik dan turunnya dinasti-dinasti. Realitas sejarah semacam ini terlihat
pula dalam sejarah Islam seperti sejarah kekhalifahan di belahan Arab, Mullah di
kawasan Parsi atau Kerajaan Sassanid yang kini di sebut Iran, dan sejarah kesultanan
dalam kerajaan Usmani.
Dalam pandangan ini sejarah bermakna sempit, adalah terbatas pada sejarah elite.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa sejarah adalah politik di masa lampau, sedangkan
politik adalah sejarah masa kini. Sementara itu jika ada kelompok kecil masyarakat yang
dilibatkan dalam politik tidak lebih hanya sekedar sebagai obyek perpolitikan para elite
penguasa.
Atas dasar ini dipandang penting melahirkan pandangan periperi sebagai informasi
penyeimbang. Secara tehnis pandangan ini melahirkan konsep sejarah sosial. Dalam hal
ini, sejarah ditampilkan dalam sistem institusional di mana sejarah tidak dilihat sebagai
fenomena elite politik belaka, tetapi dilihat sebagai fenomena masyarakat. Ada empat
asumsi dasar yang dapat dijadikan rujukan untuk membentuk sejarah sebagai sebuah
fenomena masyarakat yaitu:
a) Keluarga termasuk clan, suku, etnik dan kelompok etnis lainnya,
b) Aspek ekonomi, yaitu organisasi produksi dan distribusi barang-barang material,
c) Konsep-konsep kultural dan keagamaan (religio-intellectual) tentang nilai-nilai
mutlak, tujuan kehidupan manusia, dan kolektivitas yang dibangun atas konsep
dan komitmen, seperti ormas dan paguyuban,
d) Politik, yaitu pengorganisasian kekuasaan dan pengelolaan konflik, serta pertahanan. Insitusi ini memiliki kualitas-kualitas khas di setiap kawasan namun
memiliki hubungan fungsional berdasarkan pola-pola tertentu. Untuk keperluan
sejarah sosial ini ada sebuah buku yang cukup penting untuk dijadikan rujukan,
yaitu History of Islamic Society oleh Ira Lapidus (1988), yang membicarakan sejarah
Islam dari perspektif masyarakat dengan menguji sejauh mana nilai ajaran Islam
mewarnai realitas sejarah Islam.
3) Marginalisasi sejarah Islam dalam kontek sejarah dunia (Western oriented)
Tampilan sejarah Dunia menempatkan sejarah Islam pada posisi periperi. Apapun
prestasi sejarah Islam yang gemilang selalu dilihat sebagai kelanjutan dari prestasi Barat.
Eropa sentrisme ini terlihat secara menyolok pada upaya memojokkan peran Islam dalam
sejarah Dunia. Contoh, sejarah Ottoman dalam pandangan dunia tidak dipandang sebagai
pemberi kontribusi pada Dunia Barat, tetapi justru dipandang sebagai penjajah atau hantu
terhadap Barat. Padahal sejarah Usmani ikut mendorong lahirnya renaissance atau
pencerahan Dunia Barat sebagai kelanjutan kontribusi perang salib terhadap Dunia Barat.
Akibat kekalahan Barat dalam perang salib dan masuknya Usmani ke kawasan Eropa
membuat Dunia Barat sadar akan kelemahan dan ketinggalannya dengan dunia Islam.
Lebih parah lagi ketika renaisance Barat telah mengalahkan dunia Islam yang ditandai
dengan lahirnya imperialisme dan kolonialisme terhadap dunia Islam. Umat Islam
mencoba kembali bangkit dan berusaha mengambil khazanah peradaban yang telah
diambil Barat. Akan tetapi Barat selalu menempatkan prestasi Islam itu sebagai kelanjutan
dari prestasi Barat.
Demikian halnya yang terjadi dalam sejarah Islam Indonesia dalam pentas sejarah
nasional juga mengalami nasib yang sama yaitu bahwa Islam Indonesia bukan sebagai inti
(core) tetapi sebagai bagian kecil dari sejarah Indonesia. Hal ini terjadi karena historiografi
yang digunakan dalam menulis sejarah nasional masih menggunakan perspektif Barat.
Kini tiba saatnya bagi kita untuk mencoba memperbaiki distorsi sejarah yang telah
lama gunakan namun kita tidak sadar bahwa itu distorsi sejarah Islam. Fenomena
demikian akan semakin memprihatinkan jika ditunjang dengan rapuhnya metodologi
pembelajaran sejarah kepada segenap generasi terpelajar yang akan datang.
b. Penilaian Etis
Penilaian etis dilakukan dengan mencari tahu sejauh mana realitas sejarah itu sesuai
atau bertentangan dengan ajaran Islam. Ajaran Islam menjadi instrumen konsultasi bagi
jalannya sejarah Islam.
2. Membuat Design Mengajar Sejarah
Setelah merumuskan konsep sejarah telah dilakukan, maka langkah selanjutnya bagi
seorang pengajar sejarah adalah bagaimana mendesign konsep sejarah menjadi langkah
operasional dalam proses belajar (learning process). Ini berarti bahwa konsep sejarah
menjadi sangat penting dalam membuat design. Dari konsep itu disusun sylabi sejarah
secara tepat guna sesuai dengan kebutuhan, level dan tujuan interaksional yang
dikehendaki.
Tujuan interaksional pada setiap level tidak sama. Bagi siswa SD-SMP, barangkali
tujuannya adalah mengarah pada romantisme sejarah, seperti kekaguman pada tokoh
sejarah. Kualitas tujuan ini penting bagi anak pada tingkatan SD-SMP untuk dijadikan
tauladan. Lain halnya dengan SMA atau Aliyah, tujuan interaksionalnya bersifat etis, yaitu untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah berdasarkan logika sejarah.
Sedangkan pada level perguruan tinggi lebih menekankan pada tujuan kritis, yaitu
mengajak mahasiswanya untuk berfikir obyektif melalui deeply critical thingking terhadap
jalannya sejarah.
Disamping merumuskan tujuan interaksional, perumusan peran pengajar dan murid
atau mahasiswa perlu dan sangat penting. Menurut penganut strukturalis, pengajar
ditempatkan sebagai “king” dan tahu segala-galanya di hadapan kelas sehingga seorang
pengajar berperan sebagai satu-satunya sumber belajar. Berbeda dengan penganut aliran
fungsionalis, tidak menempatkan pengajar sebagai satu-satunya sumber informasi, tetapi
lebih menempatkan pengajar sebagai fasilitator, atau kini terkenal dengan sebutan sebagai
knowledge manager pada level kelas.
Proses belajar mengajar (pembelajaran) adalah bagian yang integral dari pendidikan.
Pembelajaran merupakan aktifitas (proses) yang sistematis dan sistemik yang terdiri atas
banyak komponen. Pembelajaran bukan konsep atau praktek yang sederhana, ia bersifat
kompleks. Pembelajaran berkaitan erat dengan pengembangan potensi manusia (peserta
didik), perubahan dan pembinaan dimensi-dimensi kognitif intelektual sekaligus
kepribadian peserta didik yang dilakukan dengan bantuan dan bimbingan sang pengajar
(Rohani dan Ahmadi,1991:VI).
Diantara komponen terjadinya proses belajar mengajar/pembelajaran adalah adanya
guru dan anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari
kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan —
konsep sejarah— sebagai mediumnya. Di sana sayogyanya semua komponen pengajaran
diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran sejarah yang telah
ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan yang berupa sylabus dan kurikulum sejarah
(Djamarah dan Zain, 1996:43).
Dengan adanya interaksi edukatif antara peserta didik (murid, siswa atau mahasiswa)
dengan pendidik (guru atau dosen), maka di perlukan kontrol dalam proses interaksi
pembelajaran guna tercapainya sebuah target atau tujuan pengajaran yang telah
ditetapkan dalam sylabus. Kontrol dan pengawasan terhadap sebuah proses pembelajaran
akan dapat dilakukan apabila peserta didik dan pendidik memahami efektifitas belajar.
3. Memilih Proses Interaksional Pembelajaran
Pembelajaran merupakan hal yang paling fundamental dalam proses pendidikan
siswa atau mahasiswa. Belajar adalah sebuah proses yang lazim terjadi di dalam
kehidupan manusia. Dengan sendirinya semua proses itu menunjukkan sebuah ciri-ciri
khas yang dapat digeneralisasikan. Berbagai bentuk dari sebuah proses pembelajaran
mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a. Belajar dengan pemahaman (insight) yakni setiap anak mampu mencermati dan
meresapi problem situation yang ada disekelilingnya yang kemudian
memikirkannya secara realistis.
b. Mendapatkan pengetahuan tentang fakta–fakta yang kemudian mampu
dikorelasikan antara yang satu dengan fakta-fakta lainnya sehingga tersusun
sebuah konsep pengetahuan bagi si anak.
c. Menghapal yakni kemampuan yang diperlukan dengan mereproduksikannya
kembali sebuah pemahaman dengan penyimpanan kalimat-kalimat.
d. Pembentukan automatisme yakni bentuk belajar dengan melakukan refleks dari
sebuah gerakan yang bersifat otomatis dari sebuah reaksi.
e. Dynamic Learning yaitu bentuk pembelajaran yang bersifat dinamis dalam menentukan karakteristik tertentu dari peserta didik. Ini tentunya harus dilihat
berdasarkan klasifikasi kelas mereka.
Dengan demikian apa yang disebut belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan
kognitif (intelektual) dan terefleksi dalam prilaku berkat pengalaman dan latihan. Ini
artinya bahwa tujuan kegiatan belajar adalah transformasi perubahan, baik yang
menyangkut pemahaman, pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap dan tingkah laku,
bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Transformasi perubahan tersebut
dapat diidentifikasi melalui kecenderungan prilaku dan dapat diukur melalui penampilan
(behavior performance). Penampilan ini boleh jadi berupa kemampuan menjelaskan,
menyebutkan sesuatu, ataupun melakukan sesuatu perbuatan .
Dalam makna sederhana, mengajar dipandang hanya sekedar menyampaikan
pelajaran atau upaya menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa atau mahasiswa.
Dalam makna ini maka pengajaran dalam pelaksanaan dan segenap tindakan mengajar itu
sebagai suatu yang sederhana pula. Termasuk di dalamnya mengandung pengertian
mengenai cara pandang mengenai anak didik dan pendidik. Anak didik dipandang sebagai
suatu obyek yang pasif dan harus diberi berbagai informasi dari pengajar —yang ibarat
sang dewa —— yang memberikan idiom–idiom kata di dalam kelas. Di sinilah pengajaran
hanya merupakan bentuk–bentuk verbalistik belaka.
Dalam pandangan yang lain mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam
rangka memberikan kemungkinan bagi mahasiswa untuk terjadinya proses belajar sesuai
dengan tujuan yang dirumuskannya. Jika kita sepakat dengan pengertian ini, maka
pengajaran adalah sebuah upaya untuk memberi perangsang (stimulus), bimbingan,
pengarahan, dan dorongan kepada siswa atau mahasiswa agar terjadi proses belajar. Jadi
tujuan akhir dari mengajar adalah terciptanya kondisi pembelajaran pada mahasiswa.
Bentuk–bentuk pengajaran yang dapat diperlihatkan oleh seorang guru atau dosen
(pengajar) adalah sebagai berikut :
a. Memberitahukan, ialah apabila pengajar dalam mengajarnya bersifat memberitahukan
, hal itu dapat dilakukan dengan :
1) monologis atau scratis yaitu pengajar yang aktif sementara siswa atau mahasiswa
mendengarkan dan;
2) deiktis yaitu, apabila pengajar banyak mencontohkan dan memberi tontonan
sementara siswa atau mahasiswa mengamatinya.
b. Membangkitkan, ialah jika pengajar dalam mengajarnya mampu membangkitkan
keaktifan mahasiswa, yang dapat dilakukan dengan:
1) Dialogis (socratis) yakni seorang pengajar mengaktifkan murid dengan banyak
bertanya dan berdiskusi;
2) Pengajaran kreatif yakni mengusahakan agar murid mampu untuk mengetahui
lanjutan pelajaran dengan atau tanpa bimbingan pengajar (Tim IKIP Surabaya,
1993:5).
Mengajar adalah membimbing siswa atau mahasiswa agar dapat belajar. Agar proses
pembelajaran dapat berhasil maka harus memilliki efektifitas yang baik. Agar siswa dapat
belajar efektif harus diimbangi terlebih dahulu dengan sistem pengajaran yang efektif.
Mengajar yang efektif adalah mengajar yang dapat menciptakan belajar siswa atau
mahasiswa yang efektif, artinya tercapainya pembelajaran sesuai dengan yang telah
ditentukan dalam sylabi. Jadi antara belajar yang efektif dan mengajar yang efektif
keduanya adalah sebuah sisi mata uang yang saling terkait dan tergantung antar keduanya
dan tidak mungkin dipisahkan.
Dari segenap bentuk pengajaran yang efektif diatas pada dasarnya mengacu pada
peran dan fungsi seorang pengajar. Dalam hal ini pengajar harus mampu memahami tugas-tugasnya yang antara lain (Tim IKIP Surabaya, 1997:5-7):
a. Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
c. Membantu perkembangan aspek–aspek pribadi seperti sikap nilai, dan penyesuaian
diri.
Jadi seorang pengajar dalam proses belajar mengajar tidak terbatas sebagai
penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu ia bertanggung jawab secara
proporsional dan profesional atas perkembangan siswa. Ia harus mampu menciptakan
proses belajar mengajar sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar
efektif dan aktif serta dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mewujudkan tujuan.
C. Interaksi Efektif dalam Belajar Mengajar
Pengajar dan anak didik adalah sebuah dwi tunggal yang di dalamnya mengandung
unsur interaksi manusiawi yang permanen dalam pendidikan. Unsur manusiawi inilah
yang tiada mungkin tergantikan oleh kecanggihan kemajuan teknologi apapun. Pengajar
hadir di sekolah untuk mengabdikan diri kepada ummat manusia yakni peserta didik.
Untuk itu sebagian besar waktu seorang pengajar adalah di sekolah di samping sebagian
kecil ada di rumah dan di masyarakat.
Ketika sang pengajar hadir di kelas ia membawa sejuta harapan agar mampu
memberikan ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada segenap anak didiknya. Dan anak
didik dengan rasa haus menunggu di kelas akan pemahaman dan pengetahuan yang
disampaikan oleh sang pengajar. Ketika itulah pengajar sangat berarti bagi anak didik.
Ketika sang pengajar berdiri di depan kelas ia harus dipenuhi dengan optimisme,
percaya diri dan penuh keyakinan bahwa apa yang diajarkannya adalah berarti bagi anak
didiknya. Pengajar dituntut pandai menggunakan pendekatan yang arif dan bijaksana dan
bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Anak didik harus di pandang sebagai
pribadi manusia yang memiliki berbagai keunikan dan kelebihan yang beragam antara
yang satu dengan yang lainnya.
Antara pengajar dan murid atau mahasiswa yang berada dalam interaksi edukatif
menempati posisi, tugas dan tanggung jawab yang berbeda namun bersama–sama
berusaha mencapai tujuan. Pengajar bertanggung jawab untuk mengantarkan anak didik
ke arah kedewasaan, susila, cakap dan terampil dengan sejumlah pengertian dan
pengetahuan. Sedangkan anak didik berusaha untuk mencapai tujuan itu dengan bantuan
dan pembinaan dari pengajar. Hubungan antar keduanya adalah hubungan yang aktif dan
kreatif dengan ilmu pengetahuan sebagai medium utamanya. Semua proses hubungan
aktif, kreatif dan penuh makna itu diikat oleh sebuah tujuan pendidikan yang tercermin
pada pola komunikasi antar keduanya.
Menurut Djamarah (2000:12), ada tiga pola interaksi (komunikasi) antara pengajar
dan anak didik dalam proses interaksi edukatif yakni: Pertama, Komunikasi sebagai aksi
atau komunikasi satu arah, yaitu menempatkan pengajar sebagai pemberi aksi dan anak
didik sebagai penerima aksi. Pengajar aktif dan anak didik pasif. Dalam aktifitas ini
mengajar di pandang sebagai proses menyampaikan informasi dan pengetahuan yang
berbentuk bahan (materi) pelajaran. Kedua, Komunikasi sebagai interaksi atau disebut juga
komunikasi dua arah, artinya pengajar berperan sebagai pemberi dan sekaligus penerima
aksi. Antar pengajar dan murid memungkinkan terjadinya proses dialog. Dan Ketiga Komunikasi sebagai transaksi Komunikasi sebagai transaksi dimaksudkan komunikasi
yang dilakukan dengan banyak arah, yaitu komunikasi yang tidak hanya terjadi antara
pengajar dan anak didik saja akan tetapi anak didik dituntut untuk lebih aktif daripada
pengajar. Seperti halnya anak didik dapat juga berfungsi sebagai sumber belajar bagi anak
didik lain.
Dengan demikian dalam posisinya di kelas seorang pengajar sejarah harus mampu
memahami corak dan pola diatas secara tepat. Sebagai pijakan dapat dikatakan, bahwa
kegiatan interaksi belajar mengajar memiliki corak dan ragam yang bermacam–macam. Hal
ini tentunya tergantung pada ketrampilan pengajar dalam mengelola interaksi belajar
mengajar. Untuk mencegah kebosanan dan kejenuhan anak didik dalam belajar seorang
pengajar mutlak harus memahami penggunaan corak mengajar yang variatif. Hal itu juga
dimaksudkan dalam rangka menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan anak didik
dalam mencapai tujuan pendidikan.
Itulah beberapa konsep dan design yang dimungkinkan untuk dilakukan oleh
seorang pengajar untuk mengajar sejarah. Namun persoalan yang harus dijawab adalah
bagaimana design yang telah dibuat itu diaplikasikan dalam kelas secara efektif. Tidak
semua pengajar yang sudah merumuskan konsep dan design dengan baik, dapat dijamin
bisa mengajar dengan baik, sebab pada hakekatnya pengajar bukan lahir dari dan karena
knowledge semata, tetapi lahir dari bakat. Ini artinya, seorang pengajar dibutuhkan art
dalam mengajar. Adalah akting, body language, serta selera humor sangat penting dalam
menunjang proses interaksional. Tidak kalah pentingnya, di samping bakat adalah masalah
media belajarnya. Kini pada zaman tehnologi canggih, total physic peformance, audio visual
dan digital menjadi sangat penting untuk diprioritaskan sebagai media pembelajaran. Ini
semua ada dalam jaringan internet atau digital library.
Kini dalam fenomena kota, dan elite desa, khususnya bagi anak orang berduit yang
sadar pendidikan lebih cenderung membelikan anaknya komputer dari pada membelikan
sepeda motor atau mobil. Bila ini menjadi fenomena publik bisa jadi kelak akan terjadi
krisis kepercayan pada seorang pengajar, atau kredibilitas pengajar atau dosen
dipertanyakan, bila pengajar yang bersangkutan tidak peka terhadap perkembangan zaman
yang kini telah masuk pada wilayah digital atau cyber culture (budaya maya).
Maka secara jujur perlu diakui bahwa mengajar sejarah merupakan suatu proses
yang kompleks. Tidak hanya menyampaikan informasi dari pengajar kepada siswa. Banyak
kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan terutama bila menginginkan hasil belajar
yang lebih baik pada seluruh siswa. Dengan demikian maka rumusan pengertian mengajar
dapat meliputi seluruh kegiatan dan tindakan dalam perbuatan mengajar dan belajar itu
sendiri (Ali , 1996:11).