Senin, 21 Desember 2009

Bunda oh Bunda

Bunda….
Kau selalu ada disaat aku tiada..
Kau selalu jadi lilin untuk menerangiku…
Kau selalu jadi peta untuk jalanku…

Bunda…
Setiap tetesan air mata dan keringatmu
merupakan permata bagi-ku…

Bunda…
Terima kasih atas segalanya…
I Love You Bunda…

Bunda Kau selalu ada

Pernah kah Kita sadari…
Ternyata Bunda selalu memikirkan Kita…
Pernah kah Kita Sadari…
Ternyata Bunda selalu peduli dengan Kita…
Disaat Kita belum ada, Dia sudah memikirkan Kita…
Dia berfikir “Nantik anakku Laki-laki atau perempuan ya..??’
Disaat Benih itu terbentuk, dia tak terlepas dari beban fisik yang harus ia jalani selama 9 bulan…
Perut mual, perasaan tidak nyaman, dan berusaha mencarikan apa yang diinginkan oleh anaknya…
Dia berusaha untuk mencarinya dan mencarikannya…

Masa-masa itu sudah terlewati, namun masih banyak perjuangan bunda untuk Kita…
Dia menggendong kita selama 9 bulan, membawa Kita kemanapun dia pergi…
Dia berusaha menjaga Kita dari gangguan luar…

9 bulan berlalu dan saat kita akan dilahirkan…
Dia berfikir tentang keselamatan nyawa anaknya…
Dia tidak berfikir dengan keselamatan nyawanya sendiri…
Dia lebih memikirkan nyawa anaknya…!!

Disaat kita sudah siap untuk hidup di dunia ini…
Bunda berusaha memberikan kita pakaian yang indah-indah, yang mewah…
Padahal dia selalu memakai pakaian yang sudah usang…

Saat Kita menganjak besar dan berusaha berjalan…
Siapa yang pertama mengajari Kita berjalan...?
Bunda…????
Bundalah yang mengajari kita…
Saat kita tertatih-tatih…
Bunda yang memegang erat tangan Kita…
Saat kita berusaha berbicara dan meminta sesuatu...
Dengan tergagap-gagap kita meminta…
Siapa yang pertama ngerti keinginan Kita..??
Bunda yang pertama ngerti keinginan kita…

Saat kita beranjak Remaja…
Bunda selalu memikirkan kita…
Bunda takut kita terpengaruh pergaulan luar…

Saat kita melakukan kesalahan…
Bunda tidak pernah memarahi kita…
Pasti Ayah yang memarahi kita…
Karena apa…???
Karena Bunda menitipkan kemarahan itu kepada Ayah…
Dia tidak tega kalau dia yang memarahi kita…
Dia selalu berusaha menutup-nutupi kemarahan dia terhadap kita…
Tapi kita harus sadar…
Kalau kita memang salah…

Saat kita Dewasa…
Bunda selalu memikirkan kita, “dengan siapa nantik Dia berkeluarga…??”
“Bahagiakah dia dengan pilihannya..??”
Apakah kita pernah berfikir, ternyata Bunda memikirkan itu..??
Ketahuilah kawan-kawan semua…
Bunda selalu memikirkan kita…
Dari hal yang paling kecil, yang hal itu tidak pernah kita fikirkan, sampai hal yang paling besar…
Bunda selalu berusaha memberikan terbaik buat kita…
Setiap tetesan air mata dan keringatnya, itu demi kita…
Tujuannya apa…???
Demi kebaikan kita…

Jagalah bunda Kita, berikanlah kebahagiaan kepada Dia, walaupun itu pahit bagi kita…
Tapi lebih pahit perjuangan dia terhadap kita…
I Love You Bunda….
Kasih sayangmu akan aku kenang hingga akhir hayatku…

Minggu, 25 Oktober 2009

Puisi (karya sendiri dunk)

Bunda

Bunda. . . .
Kau adalah Pahlawanku. . . .
Kau banyak berkorban demiku. . . .
Kau banyak memperjuangkan nasibku. . .
Meskipun engkau tidak pernah memperdulikan nasipmu. . .
Bunda. . .
Kau selalu ada disaat aku tiada. . . .
Kau selalu ada saat keterpurukan menghampiriku. . .
Kau sebagai sandaranku ketika aku mengalami kekalutan. . .
Bunda. . .
Harus dengan apakah aku membalas perjuanganmu ini. . .
Rasanya aku tidak pantas untuk diperjuangkan olehmu. . .
Tidak pantas. . . . . .
Bunda. . . .
Tak kan pernah Ku lupa akan perjuanganmu itu. . .
I Love You Bunda. . . .

Rabu, 14 Oktober 2009

Multicame

Penjelasan dari Multicam adalah Multi Camera System, yang biyasanya mengunakan camera.2 doking degan peralatan yang lengkap seperti Shwitcher, VTR DVCam, Betacam dan Super BetaCam, CCU ( Camera Control Unit ) dan pralantan pendukung lainya.

Struktur Multicam :

Cameraman

PIDI ( Program Director )

ShwitcerMan

Oprator CCU

Oprator VTR

Dan Fidi ( Flour Director )

Production

BIDANG ENTERTAINMENT / INFOTAINMENT

*) PEDOMAN POKOK PENDIRIAN SEBUAH PRODUCTION HOUSE (PH).

a. Mendirikan sebuah PH (Production House) dengan bidang usaha perfilman dan infotainment dengan legalisasi badan hukum (Perseroan Terbatas).

b. Modal PT (tercantum di Akta) minimal Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

c. Bidang usaha PT tersebut harus tercantum di Akta ybs sebagai berikut;

1. Menjalankan usaha bidang Produksi Film dan Rekaman Video / CD

2. Menjalankan usaha bidang import dan eksport film.

3. Menjalankan usaha bidang studio film dan laboratorium film.

4. Menjalankan usaha bidang peredaran dan penggandaan film / video / CD.

5. Menjalankan usaha bidang periklanan.

6. Menjalankan usaha bidang import bahan baku film dan shooting equipment film.

7. Menjalankan usaha bidang rental shooting equipment.

8. Menjalankan usaha bidang produksi program untuk broadcast TV.

9. Menjalankan usaha bidang Event Organizer yang sehubungan dengan seni budaya, musik, infotainment, dll.

Legalisasi PT tersebut :

1. Memiliki Akta Pendirian PT tersebut dari notaris dan disahkan oleh Departemen Kehakiman.
2. Memiliki NPWP dari Dirjen Pajak Departemen Keuangan.
3. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Departemen Perdagangan.
4. Memiliki Surat Izin Usaha PerFilman dari DEPDIKBUDPAR
5. Memiliki Surat Keterangan Domisili Kantor PH dari Kelurahan setempat.


TRIPARTIT

PEMBUATAN TELEPROGRAM

I. BROADCAST TELEVISI

II. PRODUCTION HOUSE (PH / Pengisi Acara / Konseptor)

III. SPONSORSHIP (Perdana)



Prioritas

Dasar Pertimbangan

Pembuatan Program

Jenis Program apa yang hendak diajukan

Berapa Durasi

Per Episodenya

Siapa sasaran programnya

Broadcast mana yang hendak dipilih

Siapa pengisi acaranya (Talent)

Air time mana yang dikehendaki

NB : Secara Unique Selling Point Program dimaksud harus menarik, profesional & komersil

Sesuai : Visi sebagai Entertainment / Infotainment

Misi meliput penonton secara luas.


BUSSINES TIME FOR

ENTERTAINMENT / INFOTAINMENT

(AIR – TIME)



Lebih Mahal dari Reguler

Minimal 1 ½ X



30 menit per Episode

60 Menit per Episode

>60 Menit per Episode


BISNIS

SISTEM

JUAL LEPAS

PH. Tidak punya hak lagi

Atas Sebuah Program

Sama-sama memiliki hak dan tanggung jawab atas sebuah Program

Hak Mutlak atas Sebuah Program

INHOUSE

SHARING

BLOCKING

PERHITUNGAN RUGI / LABA

Adapun perhitungan rugi / laba dalam sebuah usaha Entertainment tergantung pada sistem bisnis yang kita pilih dan jenis programnya :

1. Pada IN HOUSE SYSTEM

Platform harga beli dari sebuah Broadcast misalnya Rp. X,- per Episode, maka pertelaannya :

a. Pengamanan modal 15 s/d 20% dari Rp. X,- = BEP (Break Event Point)

b. Efisiensinya dar BEP = Y

Jika kenyataan kalkulasinya melanggar BEP atau setidak-tidaknya “KIT” untuk 1 sequel pertama (13 paket), bisa kita jalankan. Namun apabila kurang dari itu sebaiknya kita mundur.

2. Pada SHARING SYSTEM

Pada Sistem ini kita diwajibkan mencari / mendapatkan sponsor untuk membiayai biaya produksinya. Besarnya adalah Fifty-fifty (50% jatah iklan tersedia, PH yang harus cari). Ini agak beresiko walaupun prospektif apabila berhasil menyedot iklan, terlebih dari jatah yang dimaksud.

Contoh : Hak dan kewajiban kita sponsor @ Rp. 15.000.000,-

(Bisakah BEP = Rp. 15.000.000,- x 6 – (15%) ?)

3. Pada BLOCKING TIME SYSTEM

Pada Sistem ini PH membeli hak siaran. Seluruh biaya produksi + biaya penyiaran sepenuhnya ditanggung oleh PH. Hak penyiaran dan pencarian iklan / sponsor adalah sepenuhnya milik PH.

Contoh : Biaya Produksi 1 episode = Rp. X

Biaya Siaran = Rp. Y

BEP = X + Y

Jika hasil pengumpulan iklan lebih besar dari BEP maka PH akan mendapatkan keuntungan, sebaliknya jika pengumpulan iklan lebih kecil dari BEP maka PH akan mendapatkan kerugian.

*) SASARAN

Adapun spesifikasi hal-hal tersebut di atas, diuraikan melalui :

1. Layar Kaca (Broadcast Televisi), meliputi :

1) Infotainment

2) Documentary

3) Profille,

4) FTV / Sinetron

2. Layar Lebar, Film untuk Bioskop

Yang harus disediakan oleh sebuah PH :

1. Kantor untuk direksi dan manajemen lengkap dengan perlengkapan kantor, telpon, komputer, dll. Tempat parkir luas dan operasional kantor tidak terbatas waktu karena lingkungan perkantoran atau ruko umpamanya masalah overtime security, AC, lift, dsb.
2. Staff kantor : sekretaris, operator komputer dan office boy.

Team kreatif yang profesional di bidangnya : programmer, produksi, marketing atau sponsorship department.

1. Mobil lengkap dengan supir untuk operasional minimal 2 buah.
2. Sarana dan prasarana harus disediakan sepenuhnya oleh produser, umpamanya uang makan pagi, siang, malam, BBM untuk mobil operasional + uang transport kalau tidak dijemput.
3. Untuk menghemat biaya operasional harus ada perencanaan yang matang berdasarkan Polecy Perusahaan
4. Perlu digarisbawahi pembuatan proposal budget produksi berdasarkan skenario dan desain produksi. Terlampir contoh proposal budget produksi FTV yang pernah diproduksi oleh PT Dapur Film dibuat / produksi bulan Maret 2006 dan ditayangkan di ANTV pada bulan Mei 2006.

N O T E

Usaha di bidang Entertainment / Infotainment ini dijamin Prospektif, asalkan :

- Cermat berhitung

- Punya lingkup ke dalam

- Sequel-sequel berikutnya adalah akumulatif profit

- Memiliki tenaga-tenaga profesional (Skill and experiences) yang profitable (bukan soal compassionate).

- Berani dan memahami pra-operasional yang relatif demi menembus / mencapai sasaran (program).

Demikianlah makalah ini kami sajikan, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membuka usaha di bidang Entertainment / Infotainment.

SEMOGA INFO YANG SINGKAT INI DAPAT BERGUNA DAN BISA DIKEMBANGKAN SENDIRI.

Bahasa Jurnalistik

BAHASA JURNALISTIK INDONESIA

Oleh Goenawan Mohamad

PENGANTAR

Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Meski pers nasional yang menggunakan bahasa Indonesia sudah cukup lama usianya, sejak sebelum tahun 1928 (tahun Sumpah Pemuda), tapi masih terasa perlu sekarang kita menuju suatu bahasa jurnalistik Indonesia yang lebih efisien. Dengan efisien saya maksudkan lebih hemat dan lebih jelas. hemat dan jelas ini penting buat setiap reporter, dan lebih penting lagi buat editor. Di bawah ini diutarakan beberapa fasal, diharapkan bisa diterima para (calon) wartawan dalam usaha kita ke arah efisien penulisan.
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.

Unsur Kata

1. Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya arti.Misalnya:
agar supayaagar, supaya
akan tetapi tapi
apabila bila
sehingga hingga
meskipun meski
walaupun walau
tidak tak (kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)

2. Kata daripada atau dari pada juga sering bisa disingkat jadi dari. Misalnya:
”Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi ”Keadaan lebih baik dari sebelum perang”. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: ”Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang”.

3. Ejaan yang salah kaprah justru bisa diperbaiki dengan menghemat huruf.
Sjah sah
khawatir kuatir
akhli ahli
tammat tamat
progressive progresif
effektif efektif

4. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian=lalu
makin=kian
terkejut=kaget
sangat=amat
demikian=begitu
sekarang=kini

Catatan:
Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, bahasa bukan hanya soal perasaan. Dalam soal memilih sinonim yang telah pendek memang perlu ada kelonggaran, dengan mempertimbangkan rasa bahasa.

Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat. Penghematan Unsur Kalimat (1) Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat.

Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.
1. Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat: Misalnya:
”Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman”. (Bisa disingkat: ”Merupakan kenyataan, bahwa …..”).
”Apa yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas”. (Bisa disingkat: ”Yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro……”).

2. Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan: Misalnya:
”Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri”? (Bisa disingkat: ”Akan terus tergantungkah Indonesia…..”).
Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak”. (Bisa disingkat: ”Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak”).

3. Pemakaian dari sebagai terjemahan of (Inggris) dalam hubungan milik sebenarnya bisa ditiadakan; juga daripada. Misalnya:
”Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan”. (Bisa disingkat: ”Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan”.
”Sintaksis adalah bagian daripada tatabahasa”. (Bisa disingkat: ”Sintaksis adalah bagian tatabahasa”).

4. Pemakaian untuk sebagai terjemahan to (Inggris) yang sebenarnya bisa ditiadakan Misalnya:
”Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India”. (Bisa disingkat: ”Uni Soviet cenderung mengakui……”).
”Pendirian semacam itu mudah untuk dipahami”. (Bisa disingkat: ”Pendirian semacam itu mudah dipahami”).
”GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal”. (Bisa disingkat: ”GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbaruhi…….”).
Catatan:
Dalam kalimat: ”Mereka setuju untuk tidak setuju”, kata untuk demi kejelasan dipertahankan.

5. Pemakaian adalah sebagai terjemahan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu: Misalnya:
”Kera adalah binatang pemamah biak”. (Bisa disingkat ”Kera binatang pemamah biak”).
Catatan:
Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: ”Pikir itu pelita hati”. Kita bisa memakainya, meski lebih baik dihindari. Misalnya kalau kita harus menterjemahkan ”Man is a better driver than woman”, bisa mengacaukan bila disalin: ”Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita”.

6. Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu. Misalnya:
”Presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear”. (Bisa disingkat: ”Presiden besok meninjau pabrik….”).
”Tadi telah dikatakan ……..” (Bisa disingkat: ”Tadi dikatakan.”).
”Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri”. (Bisa disingkat: Clay mempersiapkan diri”).
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) Unsur Kalimat.

Penghematan Unsur Kalimat

7. Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan: Misalnya:
”Gubernur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti”.
”Tidak diragukan lagi bahwa ialah orangnya yang tepat”. (Bisa disingkat: ”Tak diragukan lagi, ialah orangnya yang tepat”.).

Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu.

8. Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang-kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu. Misalnya:
”Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia”. (Bisa disingkat: ”Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia”).
”Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”.

9. Pembentukan kata benda (ke + ….. + an atau pe + …. + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu. Misalnya:
”Tanggul kali Citanduy kemarin mengalami kebobolan”. (Bisa dirumuskan: ”Tanggul kali Citanduy kemarin bobol”).
”PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta”. (Bisa dirumuskan: ”PN Sandang rugi Rp 3 juta”).
”Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya” (Bisa disingkat: ”Ia telah tiga kali menipu saya”).
Ditandaskannya sekali lagi bahwa DPP kini sedang memikirkan langkah-langkah untuk mengadakan peremajaan dalam tubuh partai”. Bisa dirumuskan: ”Ditandaskannya sekali lagi, DPP sedang memikirkan langkah-langkah meremajakan tubuh partai”).

10. Penggunaan kata sebagai dalam konteks ”dikutip sebagai mengatakan” yang belakangan ini sering muncul (terjemahan dan pengaruh bahasa jurnalistik Inggris & Amerika), masih meragukan nilainya buat bahasa jurnalistik Indonesia. Memang, dalam kalimat yang memakai rangkaian kata-kata itu (bahasa Inggrisnya ”quoted as saying”) tersimpul sikap berhati-hati memelihat kepastian berita.

Kalimat ”Dirjen Pariwisata dikutip sebagai mengatakan……” tak menunjukkan Dirjen Pariwisata secara pasti mengatakan hal yang dimaksud; di situ si reporter memberi kesan ia mengutipnya bukan dari tangan pertama, sang Dirjen Pariwisata sendiri.
Tapi perlu diperhitungkan mungkin kata sebagai bisa dihilangkan saja, hingga kalimatnya cukup berbunyi: ”Dirjen Pariwisata dikutip mengatakan…..”.
Bukankah masih terasa kesan bahwa si reporter tak mengutipnya dari
tangan pertama? Lagipula, seperti sering terjadi dalam setiap mode baru, pemakaian sebagai biasa menimbulkan ekses. Misalnya:
Ali Sadikin menjelaskan tetang pelaksanaan membangun proyek miniatur Indonesia itu sebagai berkata: ”Itu akan dilakukan dalam tiga tahap”. Kata sebagai dalam berita itu samasekali tak tepat, selain boros.

11. Penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, juga bisa tak tepat dan boros. Dimana sebagai kataganti penanya yang berfungsi sebagai kataganti relatif muncul dalam bahasa Indonesia akibat pengaruh bahasa Barat.
1) Dr. C. A. Mees, dalam “Tatabahasa Indonesia” (G. Kolff & Co., Bandung, 1953 hal. 290-294) menolak pemakaian dimana. Ia juga menolak pemakaian pada siapa, dengan siapa, untuk diganti dengan susunan kalimat Indonesia yang ”tidak meniru jalan bahasa Belanda”, dengan mempergunakan kata tempat, kawan atau teman. Misalnya:
”orang tempat dia berutang” (bukan: pada siapa ia berutang); ”orang kawannya berjanji tadi” (bukan: orang dengan siapa ia berjanji tadi). Bagaimana kemungkinannya untuk bahasa jurnalistik?
2) Misalnya: ”Rumah dimana saya diam”, yang berasal dari ”The house where I live in”, dalam bahasa Indonesia semula sebenarnya cukup berbunyi: ”Rumah yang saya diami”. Misal lain:
”Negeri dimana ia dibesarkan”, dalam bahasa Indonesia semula berbunyi: ”Negeri tempat ia dibesarkan”.

Dari kedua misal itu terasa bahasa Indonesia semula lebih luwes, kurang kaku. Meski begitu tak berarti kita harus mencampakkan kata dimana sama sekali dari pembentukan kalimat bahasa Indonesia. 1) hanya sekali lagi perlu ditegaskan: penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, bisa tak tepat dan boros. Saya ambilkan 3 contoh ekses penggunaan dimana dari 3 koran:

Kompas, 4 Desember 1971:
”Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) dimana konsentrasi besar mereka ada di Vietnam”.
Sinar Harapan, 24 November 1971:
”Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini sedang menggarap 9 buah perkara tindak pidana korupsi, dimana ke-9 buah perkara tsb. sudah dalam tahap penuntutan, selainnya masih dalam pengusutan.”
Abadi, 6 Desember 1971:
”Selanjutnya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dunia dewasa ini masih belum menentu, dimana secara tidak langsung telah dapat mempengaruhi usaha-usaha pemerintah di dalam menjaga kestabilan, baik untuk perluasan produksi ekonomi dan peningkatan ekspor”.

Dalam ketiga contoh kecerobohan pemakaian dimana itu tampak: kata tersebut tak menerangkan tempat, melainkan hanya berfungsi sebagai penyambung satu kalimat dengan kalimat lain. Sebetulnya masing-masing bisa dirumuskan dengan lebih hemat:
”Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI), yang konsentrasi besarnya ada di Vietnam”.
”Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini menggarap 9 perkara tindak pidana korupsi. Ke-9 perkata tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya (sisanya) masih dalam pengusutan”.
Perhatikan: Kalimat itu dijadikan dua, selain bisa menghilangkan dimana, juga menghasilkan kalimat-kalimat pendek. ”dewasa ini sedang” cukup jelas dengan ”dewasa ini”. kata ”9 buah” bisa dihilangkan ”buah”-nya sebab kecuali dalam konteks tertentu, kata penunjuk-jenis (dua butir telor, 5 ekor kambing, 7 sisir pisang) kadang-kadang bisa ditiadakan dalam bahasa Indonesia mutahir.
”Selanjuntya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dewasa ini masih belum menentu. Hal ini (atau lebih singkat: Ini) secara tidak langsung telah dapat …. dst”.
Perhatikan: Kalimat dijadikan dua. Kalimat kedua ditambahi Hal ini atau cukup Ini diawalnya.

12. Dalam beberapa kasus, kata yang berfungsi menyambung satu kalimat dengan kalimat lain sesudahnya juga bisa ditiadakan, asal hubungan antara kedua kalimat itu secara implisit cukup jelas (logis) untuk menjamin kontinyuitas. Misalnya:
”Bukan kebetulan jika Gubernur menganggap proyek itu bermanfaat bagi daerahnya. Sebab 5 tahun mendatang, proyek itu bisa menampung 2500 tenaga kerja setengah terdidik”. (Kata sebab diawal kalimat kedua bisa ditiadakan: hubungan kausal antara kedua kalimat secara implisit sudah jelas).
”Pelatih PSSI Witarsa mengakui kekurangan-kekurangan di bidang logistik anak-anak asuhnya. Kemudian ia juga menguraikan perlunya perbaikan gizi pemain” (Kata kemudian diawal kalimat kedua bisa ditiadakan; hubungan kronologis antara kedua kalimat secara implisit cukup jelas).
Tak perlu diuraikan lebih lanjut, bahwa dalam hal hubungan kausal dan kronologi saja kata yang berfungsi menyambung dua kalimat yang berurutan bisa ditiadakan. Kata tapi, walau atau meski yang mengesankan ada yang yang mengesankan adanya perlawanan tak bisa ditiadakan.

Kejelasan
Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar penghematan dalam menulis, di bawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan dua prasyarat:
1. Si penulis harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan juga pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuannya sendiri.
2. Si penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.

Memahami betul soal-soal yang mau ditulisnya berarti juga bisa menguasai bahan penulisan dalam suatu sistematik. Ada orang yang sebetulnya kurang bahan (baik hasil pengamatan, wawancara, hasil bacaan, buah pemikiran) hingga tulisannya cuma mengambang. Ada orang yang terlalu banyak bahan, hingga tak bisa membatasi dirinya:
menulis terlalu panjang. Terutama dalam penulisan jurnalistik, tulisan kedua macam orang itu tak bisa dipakai. Sebab penulisan jurnalistik harus disertai informasi faktuil atau detail pengalaman dalam mengamati, berwawancara dan membaca sumber yang akurat. Juga harus dituangkan dalam waktu dan ruangan yang tersedia.
Lebih penting lagi ialah kesadaran tentang pembaca. Sebelum kita menulis, kita harus punya bayangan (sedikit-sedikitnya perkiraan) pembaca kita: sampai berapa tinggi tingkat informasinya? Bisakah tulisan saya ini mereka pahami? Satu hal yang penting sekali diingat: tulisan kita tak hanya akan dibaca seorang atau sekelompok pembaca tertentu saja, melainkan oleh suatu publik yang cukup bervariasi dalam tingkat informasi.
Pembaca harian atau majalah kita sebagian besar mungkin mahasiswa, tapi belum tentu semua tau sebagian besar mereka tahu apa dan siapanya W. S. Renda atau B. M. Diah. Menghadapi soal ini, pegangan penting buat penulis jurnalistik yang jelas ialah: buatlah tulisan yang tidak membingungkan orang yang yang belum tahu, tapi tak membosankan orang yang sudah tahu. Ini bisa dicapai dengan praktek yang sungguh-sungguh dan terus-menerus.

Sebuah tulisan yang jelas juga harus memperhitungkan syarat-syarat
teknis komposisi:
tanda baca yang tertib.
ejaan yang tidak terlampau menyimpang dari yang lazim dipergunakan
atau ejaan standard.
pembagian tulisan secara sistematik dalam alinea-alinea.

Cukup kiranya ditekankan perlunya disiplin berpikir dan menuangkan pikiran dalam menulis, hingga sistematika tidak kalang-kabut, kalimat-kalimat tidak melayang kesana-kemari, bumbu-bumbu cerita tidak berhamburan menyimpang dari hal-hal yang perlu dan relevan.
Menuju kejelasan bahasa, ada dua lapisan yang perlu mendapatkan perhatian:
Unsur kata
Unsur kalimat

Kejelasan Unsur Kata
1. Berhemat dengan kata-kata asing. Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income per capita, Meet the Press, steam-bath, midnight show, project officer, two China policy, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded dan apa lagi. Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja. Sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa Inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika diingat rakyat kebanyakan memahami bahasa Inggris sepatah pun tidak.

Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemahkan kata-kata asing yang relatif mudah diterjemahkan harus segera dimulai. Tapi sementara itu diakui: perkembangan bahasa tak berdiri sendiri, melainkan ditopang perkembangan sektor kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemahan lunar module feasibility study, after-shave lotion, drive-in, pant-suit, technical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterpeneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll., karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan kultural kita. Walau begitu, ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan ”cutbrai”) tetap perlu.

2. Menghindari sejauh mungkin akronim. Setiap bahasa mempunyai akronim, tapi agaknya sejak 15 tahun terakhir, pers berbahasa Indonesia bertambah-tambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu.

Akronim mempunyai manfaat: menyingkat ucapan dan penulisan dengan cara yang mudah diingat.

Senin, 05 Oktober 2009

Pengumuman syarat-syarat Beasiswa Bengkalis

Pengumuman tentang Beasiswa Bengkalis

Syarat-syaratnya :
1. IPK min 2.50 untuk eksakta,IPK min 2.70 untuk Sosial.
2. Fhotocopy kartu Mahasiswa,
3. Fhotocopy KK,
4. Fhotocopy KTP,
5. Surat pernyataan tidak berstatus sebagai PNS, diketahui oleh Camat,
6. Fhotocopy KHS,
7. Fhotocopy Ijazah SMA atau SMK, S1 atau S2.
8. Akte Kelahiran,
9. Menyampaikan permohonan tertulis kepada Bupati Bengkalis melalui Kantor Pos dan dialamatkan kepada Sekretariat Tim Seleksi Bantuan Beasiswa kepada Mahasiswa Program Studi S1, S2, S3, dan D3 yang berasal dari Kabupaten Bengkalis Tahun Anggaran 2009 Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Bengkalis Jl. A. Yani No. 070 Bengkalis dengan mencantumkan beberapa hal sebagai berikut :
a. Nama Lengkap,
b. Tempat tanggal lahir,
c. Nomor Indok Mahasiswa,
d. Alamat,
e. Program Studi,
f. Nama dan alamat lembaga pendidikan,
g. Biodata Orang Tua.

Surat Permohonan disampaika ke Skretariat Tim Seleksi Bantuan Beasiswa paling lambat pada tanggal 15 Oktober 2009.

Buruan dianter ya…….!!!!!!
Kalo dapet bagi-bagi…..!!!!
Good Luck….!!!

Jumat, 10 Juli 2009

Photosop

http://mbahdewo.com/search/cara+menggunakan+adobe+photoshop+cs3

Senin, 29 Juni 2009

pemograman

http://u-lookme.blogspot.com/2009_05_01_archive.html

Senin, 15 Juni 2009

untuk lebih lengkapnya

http://rizkybroadcaster.wordpress.com/05-cameraman/

kameramen

Bahasa Kamera

Bahasa kamera merupakan bahasa standar broadcast internasional. Jadi bahasa ini umum digunakan di stasiun televisi manapun. Shot Orang

ECU : Extreme close-up (shot yang detail)

VCU : Very close-up (shot muka, dari dahi ke dagu)

BCU : Big close-up (seluruh kepala)

CU : Close up (dari kepala sampai dada)

MCU : Medium close-up (dari kepala sampai
perut)

MS : Medium shot (seluruh badan sebelum kaki)
Knee : Knee Shoot (dari kepala hingga lutut)

MLS : Medium long shot (keseluruhan badan)

LS : Long shot (keseluruhan, ¾ sampai 1/3 tinggi layar)

ELS : Extra long shot (XLS), long shot yang lebih ekstrim

Zoom In : Obyek seolah-olah mendekat ke kameraZoom Out : Obyek seolah-olah menjauh dari kamera

Pan Up : Kamera bergerak (mendongak) ke atas

Pan Down : Kamera bergerak ke bawah

Tilt Up : sama dengan pan up

Tilt Down : sama dengan pan down
Pan Kiri : Kamera bergeser ke kiri

Pan Kanan : Kamera bergeser ke kanan

Track In : Kamera track (bergerak) mendekat ke obyek

Track Out : Kamera track (bergerak) menjauh dari obyek

Dolly In : sama track in

Dolly Out : sama track out

Untuk jenis shot yang sering digunakan adalah :

1. Long Shot atau Full Shot, keseluruhan
2. Wide Shot atau Cover Shot, keseluruhan obyek dalam adegan
3. Close Shot atau Tight Shot, kelihatan detail
4. Shooting Groups of people, bisa single shot, two shot, three shot dst sebagai gambaran keseluruhan.

Jenis-jenis Kamera

Kamera Studio

Kamera jenis ini selain memiliki kemampuan tersendiri juga ada beberapa adjustment yang dikontrol, alat tersebut bernama camera control unit atau lebih dikenal dengan CCU. Seperti system kamera jenis lainnya, kamera studio bertumpu pada pelurusan sirkuit akan tetapi tehnik digital sekarang memiliki pre-set pada semua penyetelan sirkuit terutama pada kamera studio modern.

Karena ukuran kamera studio sangat berat maka kamera studio biasanya terpasang pada dolly agar bisa berpindah atau digeser secara halus.

Kamera Broadcast Portable Kamera jenis ini lebih ramping, cocok untuk digunakan di studio maupun di lapangan. Dengan lensa zoom dan viewfinder yang lebih besar maka kamera portabel juga digunakan di studio produksi. Dan karena lebih ramping disbandingkan dengan kamera studio, unit kamera ini bisa bekerja di lapangan secara langsung. Kamera portabel memiliki semua sirkuit yang dibutuhkan serta memiliki fungsi-fungsi yang otomatis. Kamera jenis ini juga memiliki videotape recorder sebagai bagian dari body kamera. Kamera Ringan atau Lightweight Camera Untuk kebutuhan dilapangan produsen juga membuat jenis kamera yang ringan. Hampir sama dengan jenis kamera portabel namun jenis kamera ini lebih kecil lagi. Bisa digunakan secara hand-held atau memakai tripod. Kamera Kecil Kamera ini lebih populer dengan nama handycam. Jenisnya kecil, dibuat karena untuk pertimbangan harga yang murah. Digunakan untuk home use, handycam banyak dijumpai di pasaran. Sinematrography Elektronik Jenis kamera ini adalah jenis kamera televisi yang didisain dengan karakter yang menyerupai kamera film. Menggunakan tape yang selanjutnya di transfer ke dalam bentuk seluloid.

Bagian-bagian Kamera

Kamera televisi secara normal didisain khusus agar cocok untuk aplikasi tertentu. Sebuah kamera studio misalnya, memiliki viewfinder yang besar agar kameramen bisa dengan mudah mengoreksi fokus secara akurat. Seorang kameramen berita akan lebih nyaman dengan kamera yang kompak karena mudah untuk dibawa walaupun harus berpindah-pindah tempat. Lensa Lensa kamera merupakan “mata” yang berfugsi menerima gambar secara natural. Lensa kamera memiliki peyesuai area, lensa jenis ini disebut lensa zoom., tapi sistim lensa yang fix yang paling banyak digunakan. Beam Splitter (pembagi cahaya) Di dalam sistim tv warna, warna gambar natural sebenanya di bagi menjadi tiga versi identik yakni cahaya berwarna merah, hijau dan biru yang direflesikan dari sebuah subyek. Hal ini bisa dilakukan dengan tiga metode, yakni

* Dichroic mirror
* Prisma blok khusus
* atau Filter bergaris

Tabung Kamera, solid-state image sensors (CCD) Secara sederhana, urutan teratas kamera televisi memiliki 3 tabung yang terbagi atas componen merah, hijau, dan biru pada gambar berwarna. Informasi gambar secara detail dan brightness (luminance) dipancarkan dari gabungan gelombang warna yang diterima. Kini kamera video memiliki CCD yang canggih, sesuai dengan jenis kamera yg dikeluarkan. Viewfinder Letak viewfinder lajimnya berada di paling atas kamera atau berada di samping kiri kamera. Viewfinder memiliki yayar monochrome atau hitam putih, namun kini ada juga yg telah memiliki layar warna. Mounting Mounting kamera adalah bagian paling bawah dari kamera yang berfungsi untuk menyandarkan kamera pada tripod, agar kamera bisa digerakan sesuai keinginan dari kameramen.

Kontrol Kamera

Semua jenis kamera memiliki tiga urutan control :Untuk penyesuaian selama pengambilan gambarPenyesuaian kembali kondisi ketika perubahan diinginkanAtau ketika kamera “didiamkan sendirian”. Pada kamera studio sebagian kontrol distel di CCU yang terpisah dari kamera. Seorang CCU Man akan mengontrol terang gelap serta keseimbangan warna dan lainnya agar gambar yang dihasilkan bisa maksimal. Jadi seorang kameramen akan konsentrasi pada framing saja. Pertanyaanya, bagaimana kalau kameramen menggunakan kamera portabel atau kamera kombo ¿ Siapa yg menadjust setting kamera ¿ Jadi seorang kameramen harus memiliki kemampuan untuk menaddjust atau menyetel setting kamera. Lensa Kamera Lensa kamera adalah mata kamera atau jantung dari kamera itu sendiri, seorang cameraman harus konsen benar. Sistim pada lensa kamera secara normal memiliki tiga penyetelan atau adjustment yang bisa distel secara manual atau semi otomatis. Fokus, penyetelan jarak dimana gambar harus jelas/fokus.f-stop, penyetelan variable diafragma iris di dalam lensaZoom, merubah jarak focal (focal length) disesuaikan berapa banyak pemandangan/ gambar bisa dicapai. Secara keseluruhan yang bisa dilakukan pada control lensa adalah agar gambar atau shot bisa jelas/fokus, gambar bisa memiliki kedalaman atau depth of field yg baik, shot memiliki sudut yang baik, serta “besar kecilnya” gambar yang diinginkan. Sudut Lensa Umumnya layar televisi memiliki proporsi 4:3. Lensa kamera secara normal bisa mengkap gambar dengan proporsi yang sama, 4:3. Hitungan ini menjadi acuan bagaimana agar kita bisa memanfaatkan lens angle atau sudut lensa. Selain lensa yang normal, terdapat juga narrow lens untuk pengambilan gambar yang jauh serta widelens, untuk mendapatkan gambar lebih lebar lagi. Kontrol Zoom Control zoom berfungsi untuk mendekatkan atau menjauhkan obyek. Pada tombol ini terdapat kode W (wide angle) dan T (Telephoto). Jika tombol zoom ditekan di kode W maka gambar atau obyek kelihatan mendekat (zoom in), jika control zoom dg kode T yg ditekan maka obyek akan menjauh (zoom out). Fokus Untuk membuat gambar menjadi fokus, setel atau adjust lensa dg memutar ring fokus. Hal ini juga bisa disesuaikan dengan merubah control zoom. Fokus juga akan jauh lebih mudah jika obyek yg kita shooting memiliki cahaya yang cukup. f-numbers (f-stops) f-stop sebenarnya bisa dihitung. Ini persis seperti pada lensa photo still (tustel). Angka-angka tersebut adalah f/1.4 2 2.8 4 5.6 8 11 16 22 32. Dalam kenyataanya angka-angka tersebut bisa 3.5 4.5 6.3 biasanya digunakan. Sebagai contoh dalam bukaan pertama dari f/8 ke f/4 artinya gambar lebih terang empat kali lipat. Agar kita memiliki depth of field yang baik harus memiliki pencahayaan yang cukup. Exposure dan Iris Orang sering beranggapan kalau gambar yang bagus adalah gambar yang terang. Pada kenyataanya hal ini tidak selalu benar. Yang benar adalah jika obyek memiliki tones yang benar. Dalam kamera standar memiliki auto-iris, kalau fasilitas ini di aktifkan, maka secara otomatis lensa akan menyetelnya, rongga lensa terbuka. Fasilitas auto-iris bermanfaat ketika seorang kameramen harus berpindah-pindah tempat dimana pencahayaan belum tentu sama. Sayangnya, jika fasilitas ini dipakai kadangkala obyek menjadi tidak konstan. Jadi baiknya adalah fasilitas ini digunakan pertama kali, selanjutnya gunakan manual iris. Jika pindah lokasi atau pencahayaan berbeda lakukan dg auto iris kembali, estela itu kembali ke manual.

Jenis-jenis Mounting

Monopod

Tripod Kamera

* Tripod Collapsible
* Tripod Pneumatic
* Tripod Rolling atau Tripod Dolly

Pedestal Kamera

Pedestal Field

Pedestal Studio

Crane Kamera

* Crane-arm
* Motorized dolly
* Large crane

Mounting Khusus

Low shot (Low tripod, high hat, camera sled)

High Shot (Camera clamp, Hydraulic platforms, SkyCam)

Perlengkapan yang harus disiapkan sebelum shooting

Agar tidak ada perlengkapan shooting yang ketinggalan, biasanya dibuat Pre-rehearseal checkout list. Diantaranya :

1. Preliminaries (kamera dicek apakah hidup ? atau perlu warm up terlebih dahulu)
2. Kabel Kamera (yakinkan semua kabel bisa berfungsi baik)
3. Mounting/tatakan kamera
4. Viewfinder
5. Cable guards (berfungsi untuk mengamankan kamera)
6. Lens cap (penutup lensa), agar lensa tidak kena debu dsb.
7. Focus (cek apakah fokusnya baik)
8. Zoom (cek apakah zoom bisa berjalan normal)
9. Batere Kamera
10. Kaset
11. Lampu
12. Microphone

Pustaka :

1. The Technique Televisión Production, Twelfth Edition, Peral Millerson. Focal Press
2. The Work of The Motion Picture Cameraman, Hasting Houese
New York
3. Video Camera
Technique, American Cinematograher

=============================================================================

Basic Camera Operation

Camera video ada berbagai macam merk, bentuk, dan varian. Begitu juga media penyimpanan gambar juga bermacam-macam. Contoh-contoh merk terkenal antara lain: Sony, Panasonic, Phillip, Ikegami, JVC, dan lain-lain. Dari berbagai merk tersebut masing-masing mempunyai beragam varian dan bentuk. Mulai kamera amatir, semi profesional, dan kamera profesional. Media penyimpanan gambar antara lain: Betacam, Dvcam, Dvc-pro, MiniDV, maupun berbentuk card (kartu memori).

Bagi pengguna pemula/amatir biasanya dengan mode auto sudah cukup untuk mendapatkan gambar standar. Tatapi dalam kondisi tertentu, mode auto tidak bisa kita pakai untuk mendapatkan gambar sesuai dengan kemauan kita. Itulah sebabnya kenapa para Cameraman profesional sering menggunakan mode manual dalam mengoperasikan kamera.

The Main Control

Ada enam control dasar pada kamera:

1. Exposure:
* Aperture
* Shutter Speed
* (ND Filter)
* (Gain)
2. Filter Colour
3. White Balance
4. Zoom
5. Focus
6. Audio Levels

Aperture, Shutter speed, ND Filter, dan Gain merupakan bagian dari exposure.

Exposure

Eksposure secara sederhana dapat saya artikan sebagai pencahayaan kamera. Untuk mendapatkan gambar yang normal, tidak gelap (under exposure) dan tidak sangat terang (over exposure) harus diperhatikan:

·Aperture (diafragma)

Di kamera televisi disebut juga Iris, yaitu sejumlah lembaran metal tipis yang disusun sedemikian rupa sehingga bisa dibuka dan ditutup untuk mengatur banyaknya sinar yang masuk ke lensa kamera. Iris seperti pupil mata kita yang bisa membesar dan mengecil sesuai cahaya yang masuk. Bila Iris dibuka selebar mungkin, lensa mengirim sinar maksimum de dalam kamera, sebaliknya kalau bukaan iris dikurangi lubang diafragma akan menyempit, sehingga sinar yang masuk ke kamera jadi sedikit. Bukaan diafragma diukur dalam satuan f-stop: f/1.4 – f/22. lebih kecil nomor f-stop = bukaan diafragma besar, lebih besar nomor f-stop = bukaan diafragma kecil. Pengaturan iris secara manual dapat dilakukan dengan memutar ring iris di lensa kamera.

· Shutter Speed

Biasanya shutter speed standar di kamera televisi 1/50. kecuali anda ingin menggunakan efek shutter atau untuk mensinkronkan dengan objek, baru Shutter Speed di posisi ON untuk selanjutnya bisa kita pilih sesuai tujuan kita.

· ND Filter

Filter ND (Neutral Density) berfungsi untuk mengurangi intensitas sinar yang terlalu kuat tanpa mempengaruhi kualitas warna cahaya. Filter ini digunakan bila kondisi cahaya terlalu keras, seperti tengah hari yang terik.

· Gain

Kebalikan dari ND filter, Gain berfungsi apabila pengambilan gambar dalam keadaan kurang cahaya, yang apabila dengan keadaan normal dengan bukaan f-stop maksimal (f/1.4) masih under exposure. Dengan Gain kita bisa mengangkat exposure secara digital, konsekuensinya gambar menjadi agak coral (pecah).

Filter Colour

Berfungsi untuk mengubah atau mencocokkan cahaya yang masuk ke dalam kamera. Umumnya kamera video memiliki dua buah filter koreksi warna. Untuk shoting di dalam ruangan dengan cahaya lampu tungsten (kemerahan) kita pasang filter 3200ºK dan untuk shoting dengan penerangan cahaya matahari kita gunakan filter 5600ºK.

Cahaya matahari banyak mengandung warna biru. Kalau kita memasang filter no.2 (5600ºK) untuk matahari, sebenarnya kita memasang filter berwarna oranye untuk mengimbangi warna biru pada matahari. Cahaya lampu bohlam lebih mengandung warna merah, maka kita pasang filter no.1 (3200ºK) yang berwarna kebiru-biruan.

Sumber cahaya yang lebih tinggi intensitas sinarnya mengandung warna biru, sumber cahaya yang intensitas sinarnya rendah lebih mengandung warna merah. Perbedaan warna cahaya ini tergantung pada suhu dan diukur dengan derajad Kelvin.

White Balance

Intensitas cahaya berbeda-beda pada saat yang berbeda dan tempat berbeda dalam sehari. Cahaya matahari di luar (daylight) mempunyai suhu kurang lebih 5600ºK, cahaya bohlam di dalam ruangan mempunyai suhu kurang lebih 3200ºK, cahaya lampu TL mempunyai suhu antara 5000ºK-6000ºK. karena intensitas cahaya sangat berbeda maka filter koreksi warna tidak bisa menghasilkan warna putih yang tepat. Maka dari itu kamera video juga dilengkapi dengan tombol untuk menyetel white balance. Cara termudah untuk white balance adalah dengan mengarahkan kamera terhadap benda putih apa saja yang berada dalam kondisi cahaya yang sama dengan cahaya yang kita pergunakan untuk merekam adegan.

Cara menyetel white balance:

* Pertama cocokkan filter koreksi warna dengan kondisi cahaya yang kita pakai shoting.
* Arahkan kamera terhadap benda putih apa saja
* Kamera di zoom sampai yang terlihat di viewfinder hanya warna putih
* Tekan tombol AWB (Auto White Balance)
* Kamera siap untuk merekam.

Catatan: kamera harus di white balance lagi apabila keadaan cahaya berubah.

Bagi para cameraman profesional sering juga melakukan white balance dengan cara manual yaitu dengan mengatur Colour Temperature pada menu di kamera.

Zoom

Zooming adalah gerakan lensa zoom mendekati atau menjauhi objek secara optik, dengan mengubah panjang fokal lensa dari sudut pandang sempit (telephoto) ke sudut lebar (wide angle).

Zoom in : mendekatkan objek dari long shot ke close up

Zoom out : menjauhkan objek dari close up ke long shot.

Zooming bisa dilakukan dengan dua cara:

Manual: dengan memutar ring zoom pada lensa

Servo : Biasanya tombol zoom servo ada pada handle camera sehingga terjangkau jari pada waktu mengoperasikan kamera

Focus

Fokus adalah pengaturan lensa yang tepat untuk jarak tertentu. Gambar dikatakan fokus apabila proyeksi gambar yang dihasilkan oleh lensa jatuh di permukaan tabung atau CCD jelas dan tajam. Sehingga nampak juga di viewfinder dan monitor.

depth of field atau bidang kedalaman adalah bidang dimana objek-objek di depan dan di belakang objek utama tampak dalam fokus.

Secara teknis, shot dengan bidang kedalaman yang luas memudahkan cameraman mengikuti gerakan objek. Bidang kedalaman yang sempit mengharuskan kita untuk terus menerus follow focus apabila kamera atau objek bergerak.

Secara estetis depth of field sangat berperan dalam menciptakan perspektif visual pada keseluruhan adegan (shot).

3 hal yang menentukan depth of field :

1. Panjang Fokal Lensa

Semakin panjang fokal lensa = bidang kedalaman semakin sempit atau kata lainnya fokus semakin tipis.

2. f-stop/iris

Lebih besar bukaan iris (lebih kecil f-stop) = bidang kedalaman semakin sempit / fokus semakin tipis. Misal f/16 bidang kedalamannya lebih lebar dari f/2.0

3. Jarak kamera dengan objek

Semakin jauh jarak kamera dengan objek = semakin luas bidang kedalaman

Semakin dekat jarak kemera dengan objek = semakin sempit bidang kedalaman.

Audio Levels

Jangan abaikan audio level pada kamera karena selain kualitas gambar, kualitas audio juga tidak kalah pentingnya. Ingat Televisi adalah gabungan antara gambar dan suara. Ada gambar tanpa audio yang bagus akan sangat mengganggu pemirsa bahkan informasi yang akan disampaikan tidak sampai kepada penonton.

Atur audio level jangan sampai under ataupun over (peak).

Wah kayanya teori melulu ya jadi pusing… tapi ini penting buat semua yang mau belajar mengoperasikan kamera video secara benar.

Mengoperasikan kamera adalah seni, jadi dibutuhkan taste dari setiap cameraman

HARGAILAH KARYA CAMERAMAN

editing

EDITOR

SEJARAH EDITING

Kenapa perlu tahu sejarah editing? Karena ada orang-orang yang ketika membuat film, mereka menggunakan konsep-konsep dalam pembabakan sejarah editing. Ada tiga periode atau tiga jaman dalam sejarah editing, yaitu realisme, classicisme, dan formalisme. Pada jaman realisme belum ada editing. Tokohnya ya itu tadi, Lumier. Antara jaman realisme dan classicisme sudah dimulai yang namanya cutting to continuity. Cut kalau di editing itu kan artinya menyambung atau memotong. Nah, kalau cutting to continuity itu maksudnya motong untuk nyambung cerita dan ada set yang berubah. Sudah mulai ada cerita yang mau dibangun. Tokoh yang menjadi pelopor cutting to continuity itu namanya Melias. Terus jaman classicisme. Nah di jaman ini editing yang dilakukan udah bener-bener editing. Di jaman ini yang ada gak cuma cutting to continuity, tapi juga udah mulai cutting to clarify, cutting to underline, cutting to connect, dan cutting to dramatize. Tokoh jaman ini adalah DW Griffith. Dia adalah Bapak Film. Dia udah mulai gunain cutting, close up, intinya udah mulai ada dramatisasi, misalnya kalau di panggung itu lagi adegannya cewek nangis, ya di-close up ke cewek itu. Sebenarnya sama antara Melias sama Griffith itu berangkatnya dari pentas panggung. Tapi kalau Melias, kameranya itu dibikin wide terus, jadi semua yang ada di pentas panggung itu kelihatan. Entah itu nangis, entah itu marah, tetep gitu aja kameranya. Tapi kalau Griffith dah mulai ada dramatisasi. Kalau lagi adegan sedih, dia close up cewek nangis. Jaman ini beda sama jaman cutting to continuity.

================================================================

ISTILAH EDITING

Pra Produksi : pra produksi ata pre production adalah persiapan awal dari

sebuah produksi film

Produksi : Suatu Bidang Kerjaan yang di buat atau dikerjakan.

Paska Produksi : Persiapan pembuatan

Editing : Proses penyambungan beberapa shot tunggal menjadi sebuah

cerita yang utuh. Editing adalah proses memilih,memotong,dan menyambung gambar dan suara. Editing berarti menyunting.

Editor : Orang yang bertugas melakukan penyuntingan. Editor itu ibarat chef atau juru masak. Masakan akan lezat jika diolah dengan baik oleh chef. Pun editor,sebuah film akan enak ditonton ketika diedit dengan baik oleh editor.

Cut :1. Memotong,memotong gambar dan atau suara dalam proses editing. 2. Penyelarasan gambar yang baik dan benar, sesuai kaidah broadcast

Produser

PRODUCER

Manajer Unit Produksi, Manajer Produksi atau Manajer Unit? (Jilid 1)

Oleh: Tino Saroengallo
(Sutradara Senior)

Di dalam sebuah produksi film pemakaian ketiga istilah di atas seringkali timpang tindih dalam menunjukkan peran yang dilakukan seseorang sebagai bagian dari departemen produksi. Pada prinsipnya masing~masing jabatan tersebut berkaitan dengan tanggungjawab dalam mengelola salah satu atau keseluruhan unit dalam departemen produksi. Bila dibandingkan dengan jabatan Produser, maka ketiga jabatan tersebut bisa dimasukkan ke dalam kategori pelaksana harian. Untuk mengerti perbedaan dekripsi kerja masing~masing jabatan tersebut, kita harus memahami terlebih dahulu keseluruhan susunan hirarki kekuasaan dalam produksi film, khususnya Departemen Produksi.

Aneka Produser
Secara hirarki jabatan, ketiga jabatan tersebut berada di bawah kedudukan produser secara umum. Dan menyinggung sebutan produser, bila kita membaca rangkaian jabatan dalam daftar kru yang tercantum pada akreditasi akhir sebuah film maka kita pun akan menemukan aneka sebutan untuk jabatan produser itu sendiri. Yang paling atas biasanya adalah Produser Eksekutif (Executive Producer), disusul oleh Produser (Producer), Produser Pendamping (Associate Producer), Pimpinan Produksi, dan sebagai ‘anak bungsu’ dari jejeran petinggi tersebut adalah Produser Pelaksana (Line Producer).

Banyak tidaknya nama~nama yang tercantum dalam jajaran petinggi tersebut tergantung pada skala produksi itu sendiri. Masing~masing jabatan berkait~erat dengan tanggungjawab kerja dan kepada siapa mereka bertanggungjawab. Produser Eksekutif bertanggungjawab sejak sebuah film masih berupa embrio, gagasan. Biasanya ia terlibat dalam pengembangan gagasan tersebut hingga menjadi sebuah naskah dan mencarikan Sutradara yang tepat untuk mewujudkan skenario menjadi sebuah film. Ia juga bertanggungjawab mencari dana dari pemodal untuk membuat film tersebut. Pada era studio besar di Hollywood, mereka lah ‘raja~raja’ yang menentukan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembuatan sebuah film. Belakangan ini, terutama dengan pesatnya perkembangan mazhab film independen, seorang Produser Eksekutif umumnya sudah bekerjasama dengan seorang Sutradara sejak awal, mulai dari proses pengembangan sebuah gagasan menjadi skenario hingga pencarian dana. Kedudukannya nyaris sejajar dengan Sutradara.

Produser adalah orang yang bertanggungjawab atas proses pembuatan film sejak awal hingga akhir. Dia adalah perpanjangan tangan Produser Eksekutif dalam menggerakkan roda departemen produksi. Di Indonesia, kerancuan seringkali terjadi tentang perbedaan antara Produser Eksekutif dengan Produser. Pada era keemasan film nasional, sebutan Produser biasanya berkaitan dengan pemilik modal. Pemilik modal disebut Produser. (Hal ini masih ditegaskan oleh Parwesh dalam Sarasehan Hari Film Nasional, Galeri Cipta II pada Senin 06 Maret 2006).

Jabatan Produser lebih tinggi dibandingkan dengan Produser Eksekutif. Produser Eksekutif disejajarkan dengan jabatan Produser Pelaksana. Padahal Produser Pelaksana sebenarnya adalah terjemahan yang paling tepat untuk Line Producer. Salah kaprah ini mungkin terjadi karena pengertian kata executive yang diterjemahkan sebagai kata yang berkaitan dengan kata dalam bahasa Inggris to execute (melaksanakan) atau execution (pelaksanaan). Di luar negeri kerancuan ini tidak terjadi karena pemilik modal akan masuk dalam jajaran investor. Kalaupun ada pemilik modal yang aktif selama proses produksi film tersebut maka ia akan dimasukkan ke dalam jajaran Produser Pendamping. Produser Pendamping (Associate Producer) merupakan orang memiliki suara penentu dalam proses pembuatan sebuah film namun seringkali tidak terlibat dalam proses pembuatan film secara langsung. Sebutan ini seringkali diberikan kepada salah seorang pemodal yang tidak hanya memasukkan uangnya untuk pembuatan film tersebut tetapi juga cukup aktif selama proses pembuatan meski tidak terlibat langsung dalam keseharian produksi. Dibedakan dengan hanya pemilik modal atau investor. Atau sebaliknya, sebutan Produser Pendamping juga diberikan kepada seorang yang berperan dan tanggungjawab sangat besar selama proses pembuatan sebuah film namun tidak menerima upah karena keterbatasan anggaran sehingga ia dibayar dalam bentuk saham. Sebutan Produser Pendamping baginya menunjukkan bahwa jerih payahnya dibayar dengan kepemilikan atas film tersebut.

‘Anak bungsu’ dari jajaran petinggi itu adalah Line Producer atau yang menurut penulis paling tepat diterjemahkan sebagai Produser Pelaksana. Kadang diterjemahkan secara asal sebagai Produser Lini. Produser yang menjaga ‘lini’ atau ‘garis’ produksi. Dalam hal ini mungkin ‘lini’ bisa kita artikan sebagai ‘batas’ anggaran. Dengan kata lain, bila mengartikan Line Producer sebagai Produser Lini maka ia bertanggungjawab untuk menjaga supaya produksi berjalan di dalam ‘batas’ anggaran. Istilah Produser Pelaksana seringkali juga disebut sebagai Pimpinan Produksi atau Pimprod. Isitilah Pimpro ini, menurut penulis, lebih mencerminkan mental bangsa Indonesia. Setiap pekerjaan dilihat sebagai sebuah proyek. Dan sebuah proyek dalam keseharian biasanya dipimpin oleh seorang Pimpinan Proyek atau Pimpro. Untuk film lahirlah istilah Pimprod.
Secara singkat bisa disebutkan bahwa aneka sebutan atau istilah tersebut di atas berkaitan dengan mereka yang bertanggung-jawab dalam mengelola jalannya sebuah produksi film.

=========================================================================

Line Producer
Dan kadang kita membaca daftar yang timpang tindih, salah kaprah dalam penulisan akreditasi akhir. Misalnya, di bawah Pimpinan Produksi kita membaca sebutan Line Producer. Atau sebaliknya. Padahal kedua jabatan tersebut adalah jabatan yang sama. Pemakaian istilah Line Producer di dunia pembuatan film iklan sudah mengalami degradasi arti. Ketika penulis memasuki dunia tersebut pada awal dekade 1990an, istilah Line Producer sangat lekat dengan pengertian Line Producer pembuatan film cerita. Jabatan itu masih memiliki wibawa sebagai memiliki kemampuan nyaris sederajat dengan Produser Eksekutif (yang biasanya adalah petinggi rumah produksi tersebut).

Awal tahun 2000an, setelah tiga tahun meninggalkan produksi film iklan, penulis tiba~tiba harus berurusan dengan generasi Line Producer baru yang secara tanggungjawab sebetulnya tidak lebih daripada jabatan Manajer Produksi yang penulis kenal sebelumnya. Era 2000an sudah tidak mengenal sebutan Manajer Produksi lagi. Dari Line Producer langsung ke Asisten Produksi.

Perkembangan akhir~akhir ini lebih menarik lagi. Saat ini muncul jabatan Produser sebagai kepanjangan tangan Produser Eksekutif, diikuti Line Producer. Di mata penulis, maaf, sebutan Produser di dunia produksi film iklan dewasa ini merupakan pengkarbitan sebutan bagi seorang yang melaksanakan tanggungjawab Line Producer di era awal tahun 2000an, atau Manajer Produksi di era 1990an. Sedangkan istilah Line Producer dewasa ini mengacu pada deskripsi kerja dengan tanggungjawab seorang Koordinator Produksi di era 1990an. Jabatan Manajer Produksi dan Koordinator Produksi sudah raib dari blantikan produksi film iklan.

Manajer Unit Produksi

Jajaran produser di dalam sebuah film (produksi sesudah era studio besar di Hollywood berakhir) biasanya ditampilkan sebagai bagian dari akreditasi yang ditampilkan bersamaan dengan rangkaian adegan pembuka film tersebut. Dan untuk akreditasi akhir, dalam film~film produksi internasional selalu diawali dengan Unit Production Manager, disusul dengan jajaran Asisten Sutradara dan diikuti oleh daftar jabatan lainnya. Mereka yang sudah tampil dalam akreditasi awal biasanya tidak muncul lagi dalam akreditasi akhir. Seorang Manajer Unit Produksi (Unit Production Manager) merupakan orang yang paling bertanggungjawab atas pelaksanaan harian sebuah produksi film. Istilah ini, untuk produksi skala kecil biasanya cukup disebut dengan istilah Manajer Produksi (Production Manager). Sebutan Manajer Unit Produksi biasanya dipakai dalam pembuatan film cerita. Untuk produksi program televisi ataupun film iklan lebih sering dipakai istilah Manajer Produksi. Seperti disinggung di atas, setelah milenium baru, istilah Manajer Produksi sudah raib dari dunia produksi film iklan.

Manajer Unit, atau lebih sering disebut ‘Unit Manajer’ atau ‘Unit’, dengan pengertian deskripsi kerja yang kita kenal merupakan istilah khas di dunia perfilman Indonesia. Istilah ini berbeda pengertiannya dengan Unit Manager dalam film internasional (baca: Barat). Unit Manager dalam film Barat umumnya bertanggungjawab atas segala hal yang berkaitan dengan basecamp pada saat pelaksanaan produksi film dimulai. Tidak hanya penyiapan ruang sesuai dengan pembagian ruang yang telah direncanakan sebelumnya, tetapi juga segala fasilitas yang harus diadakan supaya ruang tersebut bisa berfungsi dengan baik. Untuk ruang make~up misalnya, seorang Unit Manager harus menyiapkan juga meja rias serta kursi bagi para pemain, baik kursi tunggu maupun kursi dimana ia dirias. Ia juga harus memastikan bahwa ada aliran listrik di ruang tersebut. Seorang Unit Manager tidak mengurusi kendaraan karena ada jabatan yang disebut Transport Captain, dan untuk kemudahan kerja biasanya adalah orang yang ditunjuk perusahaan penyewa kendaraan.
Bila membaca makalah yang ditulis oleh Sdr. Suharso dan Sdr. Yudi Datau maka jelas sekali bahwa tanggungjawab Manajer Unit di Indonesia jauh lebih besar ketimbang di luar negeri. Manajer Unit tidak hanya mengurusi kru, termasuk memanggil kru (baca mempekerjakan kru), tetapi juga memesan peralatan syuting. Suatu tanggungjawab yang di luar Indonesia biasanya dilakoni oleh seorang Koordinator Produksi ataupun Manajer Produksi, tergantung skala produksi.

Kenyataan tersebut di atas juga membuat kita paham pada fenomena yang terjadi di dunia produksi film iklan pada awal tahun 2000an. Banyak “lahir” Line Producer baru yang bisa berperan karena melulu menggantungkan diri pada Manajer Unit. Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan sebagai Line Producer tidak akan tampak bila ia dibantu oleh seorang Manajer Unit yang cukup berpengalaman. Tidak heran bila ada Line Producer yang kurang memahami tahap~tahap produksi secara benar karena memang tidak perlu tahu. Ada Manajer Unit. Yang penting bisa memenuhi tuntutan Produser Eksekutif dalam menghemat biaya, tampil meyakinkan dalam rapat~rapat produksi dan menyenangkan hati klien dan agen periklanan pada saat syuting. Kemampuan berbahasa Inggris menambah legitimasi keproduseran karena tampaknya bisa mengatasi masalah komunikasi dengan para sutradara yang banyak berasal dari luar negeri itu. Untuk menambah wawasan kita semua, berikut saya kutip deskripsi kerja seorang Manajer Produksi yang diambil dari diktat “Dongeng Sebuah Produksi Film dari Sudut Pandang Seorang Manajer Produksi”.

Manajer Produksi

Dalam menyusun kru, Manajer Produksi memanggil kepala departemen dan bertanggungjawab kepada Produser. Dalam hal ini, biasanya seorang Manajer Produksi akan memanggil kepala departemen dan memberikan keleluasaan bagi kepala departemen untuk memilih krunya sendiri. Seorang Manajer Produksi biasanya dibantu oleh Sekretaris, Manajer Lokasi, Penanggung-jawab Konsumsi dan Kapten Transportasi. Sebagai satu tim mereka mengatur keseluruhan logistik produksi sebuah film. Jumlah personil masing-masing jabatan tersebut tergantung kebutuhan masing-masing produksi. Manajer Produksi yang baik harus bisa bekerja-sama dengan siapa saja karena kepala departemen punya hak penuh untuk memilih tim masing-masing. Kekompakan kerja merupakan dasar utama pemberian keleluasaan bagi masing-masing kepala departemen dalam memilih timnya sendiri. Biasanya seorang kepala departemen memiliki kru langganan dengan siapa ia biasa bekerja.

Secara garis besar, tugas dan tanggung-jawab seorang Manajer Produksi adalah:

1. Mengkoordinasi, menyediakan fasilitas dan mengawasi jalannya produksi.
2. Membuat lembar bedah skenario dan jadwal awal syuting
3. Menyusun dan mengawasi anggaran
4. Tawar-menawar dengan kru
5. Tawar-menawar dengan peralatan
6. Mengawasi arus pengeluaran harian
7. Supervisi pemilihan lokasi
8. Memantau pengambilan keputusan (kreatif) harian
9. Menyediakan perubahan jadwal (kalau ada)
10. Mengatur semua urusan logistik
11. Mengatur penginapan dan konsumsi
12. Mengurus asuransi produksi dan kru yang dibutuhkan
13. Menjamin pelaksanaan sewa-menyewa
14. Menguasai jalannya produksi dan harus tanggap dengan rencana produksi yang berikutnya
15. Membuat laporan produksi harian yang mencerminkan status keuangan/ pengeluaran pembuatan film tersebut

Untuk memantau kegiatan harian, seorang Manajer Produksi harus bisa bekerja-sama dengan tim Astrada. Tidak boleh ada kerahasiaan di antara keduanya, terutama dalam memantau jadwal syuting per adegan. Kadang-kadang, pada saat kritis, Manajer Produksi juga harus terbuka dalam hal keuangan sehingga mereka bisa bekerja-sama dalam tetap berusaha memenuhi tuntutan Sutradara tapi menyiasatinya dalam hal anggaran.

Manajer Unit = Manajer Produksi
Dilihat dari keterangan yang dibeberkan secara panjang lebar tersebut di atas jelaslah bahwa Manajer Unit di blantika produksi film iklan sebenarnya menjalankan fungsi seorang Manajer Produksi yang sudah menghilang dari kosa kata hirarki rumah produksi sejak tahun 2000an. Tapi, apakah ada cukup Manajer Unit dewasa ini yang memang sudah pantas memenuhi syarat untuk disebut Manajer Produksi.

cara Produser

11- PRODUCTION

BIDANG ENTERTAINMENT / INFOTAINMENT

*) PEDOMAN POKOK PENDIRIAN SEBUAH PRODUCTION HOUSE (PH).

a. Mendirikan sebuah PH (Production House) dengan bidang usaha perfilman dan infotainment dengan legalisasi badan hukum (Perseroan Terbatas).

b. Modal PT (tercantum di Akta) minimal Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

c. Bidang usaha PT tersebut harus tercantum di Akta ybs sebagai berikut;

1. Menjalankan usaha bidang Produksi Film dan Rekaman Video / CD

2. Menjalankan usaha bidang import dan eksport film.

3. Menjalankan usaha bidang studio film dan laboratorium film.

4. Menjalankan usaha bidang peredaran dan penggandaan film / video / CD.

5. Menjalankan usaha bidang periklanan.

6. Menjalankan usaha bidang import bahan baku film dan shooting equipment film.

7. Menjalankan usaha bidang rental shooting equipment.

8. Menjalankan usaha bidang produksi program untuk broadcast TV.

9. Menjalankan usaha bidang Event Organizer yang sehubungan dengan seni budaya, musik, infotainment, dll.

Legalisasi PT tersebut :

1. Memiliki Akta Pendirian PT tersebut dari notaris dan disahkan oleh Departemen Kehakiman.
2. Memiliki NPWP dari Dirjen Pajak Departemen Keuangan.
3. Memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Departemen Perdagangan.
4. Memiliki Surat Izin Usaha PerFilman dari DEPDIKBUDPAR
5. Memiliki Surat Keterangan Domisili Kantor PH dari Kelurahan setempat.


TRIPARTIT

PEMBUATAN TELEPROGRAM

I. BROADCAST TELEVISI

II. PRODUCTION HOUSE (PH / Pengisi Acara / Konseptor)

III. SPONSORSHIP (Perdana)



Prioritas

Dasar Pertimbangan

Pembuatan Program

Jenis Program apa yang hendak diajukan

Berapa Durasi

Per Episodenya

Siapa sasaran programnya

Broadcast mana yang hendak dipilih

Siapa pengisi acaranya (Talent)

Air time mana yang dikehendaki

NB : Secara Unique Selling Point Program dimaksud harus menarik, profesional & komersil

Sesuai : Visi sebagai Entertainment / Infotainment

Misi meliput penonton secara luas.


BUSSINES TIME FOR

ENTERTAINMENT / INFOTAINMENT

(AIR – TIME)



Lebih Mahal dari Reguler

Minimal 1 ½ X



30 menit per Episode

60 Menit per Episode

>60 Menit per Episode


BISNIS

SISTEM

JUAL LEPAS

PH. Tidak punya hak lagi

Atas Sebuah Program

Sama-sama memiliki hak dan tanggung jawab atas sebuah Program

Hak Mutlak atas Sebuah Program

INHOUSE

SHARING

BLOCKING

PERHITUNGAN RUGI / LABA

Adapun perhitungan rugi / laba dalam sebuah usaha Entertainment tergantung pada sistem bisnis yang kita pilih dan jenis programnya :

1. Pada IN HOUSE SYSTEM

Platform harga beli dari sebuah Broadcast misalnya Rp. X,- per Episode, maka pertelaannya :

a. Pengamanan modal 15 s/d 20% dari Rp. X,- = BEP (Break Event Point)

b. Efisiensinya dar BEP = Y

Jika kenyataan kalkulasinya melanggar BEP atau setidak-tidaknya “KIT” untuk 1 sequel pertama (13 paket), bisa kita jalankan. Namun apabila kurang dari itu sebaiknya kita mundur.

2. Pada SHARING SYSTEM

Pada Sistem ini kita diwajibkan mencari / mendapatkan sponsor untuk membiayai biaya produksinya. Besarnya adalah Fifty-fifty (50% jatah iklan tersedia, PH yang harus cari). Ini agak beresiko walaupun prospektif apabila berhasil menyedot iklan, terlebih dari jatah yang dimaksud.

Contoh : Hak dan kewajiban kita sponsor @ Rp. 15.000.000,-

(Bisakah BEP = Rp. 15.000.000,- x 6 – (15%) ?)

3. Pada BLOCKING TIME SYSTEM

Pada Sistem ini PH membeli hak siaran. Seluruh biaya produksi + biaya penyiaran sepenuhnya ditanggung oleh PH. Hak penyiaran dan pencarian iklan / sponsor adalah sepenuhnya milik PH.

Contoh : Biaya Produksi 1 episode = Rp. X

Biaya Siaran = Rp. Y

BEP = X + Y

Jika hasil pengumpulan iklan lebih besar dari BEP maka PH akan mendapatkan keuntungan, sebaliknya jika pengumpulan iklan lebih kecil dari BEP maka PH akan mendapatkan kerugian.

*) SASARAN

Adapun spesifikasi hal-hal tersebut di atas, diuraikan melalui :

1. Layar Kaca (Broadcast Televisi), meliputi :

1) Infotainment

2) Documentary

3) Profille,

4) FTV / Sinetron

2. Layar Lebar, Film untuk Bioskop

Yang harus disediakan oleh sebuah PH :

1. Kantor untuk direksi dan manajemen lengkap dengan perlengkapan kantor, telpon, komputer, dll. Tempat parkir luas dan operasional kantor tidak terbatas waktu karena lingkungan perkantoran atau ruko umpamanya masalah overtime security, AC, lift, dsb.
2. Staff kantor : sekretaris, operator komputer dan office boy.

Team kreatif yang profesional di bidangnya : programmer, produksi, marketing atau sponsorship department.

1. Mobil lengkap dengan supir untuk operasional minimal 2 buah.
2. Sarana dan prasarana harus disediakan sepenuhnya oleh produser, umpamanya uang makan pagi, siang, malam, BBM untuk mobil operasional + uang transport kalau tidak dijemput.
3. Untuk menghemat biaya operasional harus ada perencanaan yang matang berdasarkan Polecy Perusahaan
4. Perlu digarisbawahi pembuatan proposal budget produksi berdasarkan skenario dan desain produksi. Terlampir contoh proposal budget produksi FTV yang pernah diproduksi oleh PT Dapur Film dibuat / produksi bulan Maret 2006 dan ditayangkan di ANTV pada bulan Mei 2006.

N O T E

Usaha di bidang Entertainment / Infotainment ini dijamin Prospektif, asalkan :

- Cermat berhitung

- Punya lingkup ke dalam

- Sequel-sequel berikutnya adalah akumulatif profit

- Memiliki tenaga-tenaga profesional (Skill and experiences) yang profitable (bukan soal compassionate).

- Berani dan memahami pra-operasional yang relatif demi menembus / mencapai sasaran (program).

Demikianlah makalah ini kami sajikan, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membuka usaha di bidang Entertainment / Infotainment.

SEMOGA INFO YANG SINGKAT INI DAPAT BERGUNA DAN BISA DIKEMBANGKAN SENDIRI.

BY:RIZKY-K >>>>> http://rizkybroadcaster.wordpress.com

Sabtu, 13 Juni 2009

Mata kuliah Sistem Hukum Indonesia

BAB I

PENDAHULUAH

Hukum merupakan keseluruhan aturan dan prosedur yang spesifik oleh karena itu dapat dibedakan cirri-cirinya dengan norma social lain pada umumnya.Begitu juga pada tata hukum Negara yang merupakan peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, Hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individu-individu.
Sehingga keseluruhan hukum atau aturan yang ada memiliki suatu struktur otoritas yang sifatnya professional guna mengontrol proses social yang terjadi disuatu Negara.


BAB II

PEMBAHASAN

HUKUM TATA NEGARA

Hukum tata Negara atau disingkat dengan HTN memiliki beberapa devinisi menurut para ahli,
a. Menurut Vanvollen Hoven Hukum Tata Negara adalah mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan rakyatnya dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum disana serta menentukan susunan dan wewenangnya dari badan-badan tersebut.
b. Menurut Scolthen Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada negara.
c. Menurut Vanderpot Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing, Hubungan satu dengan yang lainnya dan hubungannya dengan individu-individu.
d. Menurut Logemann Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara.
e. Menurut Prof. Mr. Ph Kleintjets Hukum Tata Negara Hindia Belanda terdiri dari kaedah-kaedah hukum mengenai tata (Inrichting Hindia Belanda), alat perlengkapan kekuasaan negara (Demet Overheadsgezag), tata, wewenang (Bevoegdheden) dan perhubungan kekuasaan (Onderlinge Machtsverhouding) diantara alat-alat perlengkapan.

Hubungan Teori Residu dengan Hukum Tata Negara Indonesia :
Teori residu merupakan pengurang Hukum Tata Negara tidak membedakan secara prinsipil karena perbedaan hanya terletak pada perkembangan histori (sejarah).
A. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik.
Sangat erat hubungannya pertama-tama ditunjukkan oleh Barents dengan perumpamaan Hukum Tata Negara sebagai kerangka manusia sedangkan ilmu politik merupakan daging yang ada disekitarnya artinya Hukum Tata Negara tanpa ilmu politik tidaklah sempurna ibaratkan hanya mempunyai kerangka manusia namun tidak mempunyai daging.
B. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara.
Hukum Tata Negara adalah hukum yang meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, tanggung jawab, lahir dan hilangnya hak serta kewajiban tersebut hak-hak organisasi batasan-batasan dan wewenang.
Hukum Administrasi Negara adalah yang mempelajari jenis bentuk serta akibat hukum yang dilakukan pejabat dalam melakukan tugasnya.

Sumber-sumber Hukum Tata Negara yaitu :
A. Sumber hukum formil dan materil.
1. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuk.
2. Sumber hukum materill adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum.
Sumber hukum formil meliputi:
a. Ketetapan MPRS / MPR
b. UU / PERPU
c. Peraturan pemerintah
d. Keputusan pemerintah
e. Peraturan pelaksana lainnya.
B. Kebiasaan Ketata Negaraan.
C. Traktat / Perjanjian.
Hukum tata Negara Secara Konstitusi
Menurut Heller konstitusi mencerminkan kehidupan politik didalam masyarakat sebagai suatu kenyataan dan itu belum merupakan konstitusi dalam arti hukum atau dengan kata lain konstitusi itu masih merupakan pengertian sosiologis atau politis dan belum merupakan pengertian hukum konstitusi juga dapat diartikan sebagai UUD.


Menurut Calr Schmitt pengertian konstitusi adalah dibaginya pada beberapa bagian pengertian yaitu :
a. Konstitusi dalam arti absolute yaitu:
b. Sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang mencakup semua bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi yang ada didalam Negara.
c. Sebagai bentuk Negara.
d. Sebagai faktor integrasi.
e. Sebagai sistem tertutup dari norma-norma hukum yang tertinggi dalam negara.
f. Konstitusi dalam arti relatif dimaksud sebagai konstitusi sebagai konstitusi yang dihubungkan dngan kepentingan suatu golongan tertentu didalam masyarakat
g. Konstitusi dalam arti positif yaitu ajaran tentang keputusan
h. Konstitusi dalam arti ideal karena ia merupakan idaman dari kaum borjuis liberal.
i. Menurut saya konstitusi adalah suatu dasar hukum atau aturan yang mendasari suatu peraturan pemerintahan dan merupakan hukum bagi warga atau pemerintah yang melakukan penyimpangan terhadap aturan atau hukum konstitusi atau UUD tersebut.

Adapun Bentuk konstitusi.
1. Naskah tertulis yang biasanya dilakukan dan disebut Undang-Undang.
2. Naskah tidak tertulis karena ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah ketentuan melainkan dalam banyak hal diatur dalam konstitusi atau UUD biasa.
Fungsi Konstitusi yaitu tempat kembalinya dari setiap kesalahan yang dilakukan masyarakat atau sebagai hukum yang mengatur setiap kesalahan dari masyarakat.
Nilai- nilai yang dianut dan harus ada dalam konstitusi:
1. Nilai Normatif
Bagi suatu Bangsa konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti hukum, tetapi juga merupakan suatu kenyataan (Reality)
Dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Contoh negara yang menganutnya yaitu negara Amerika Serikat.
2. Nilai Nominal.
Dalam hal ini konstitusi menurut hukum memang berlaku tetapi kenyataanya tidak sempurna. Ketidak sempurnaan berlakunya suatu konstitusi ini jangan dikacaukan bahwa sering kali suatu konstitusi yang tertulis berbeda dari konstitusi yang dipraktekan oleh negara Amerika Serikat.
3. Nilai Semantik.
Konstitusi itu secara hukum tetap berlaku, tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar untuk memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik contoh negara Indonesia pada masa Orde Lama.

Hukum tata negara tidak lepas dari Sejarah UUD Indonesia
Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia telah berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar dalam empat periode :
1. Periode 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Pada periode pertama terjadi pada saat Republik Indonesia di Proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, republik yang baru ini belum mempunyai UUD (Undang Undang Dasar). Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) disahkanlah UUD 1945 sebagai UUD Republik Indonesia. Dengan penyusunan UUD pada tanggal 28 Mei 1945 kemudian lahirlah UUD 1945 pada tanggal 17 Agustus 1945 dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 karena revolusi Indonesia berhasil maka hasilnya UUD 1945 disahkan namun dalam UUD tersebut ada yang bersifat sementara.
2. Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950
Pada periode kedua ini karena bangsa Belanda ingin kembali menguasai Indonesia maka terjadilah Agresi Belanda I dan Agresi Belanda II. Akibatnya bangsa Indonesia kehilangan sebagian besar wilayahnya dan serta pengaruh dari PBB maka diadakannyalah KMB (Konfrensi Meja Bundar ) pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, dari hasil pertemuan inilah terbentuklah Undang-undang baru bagi Bangsa Indonesia yang berbentuk Serikat yang menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat).
3. Periode 17 Agustus 1950 -5 Juli 1959
Dalam periode ini UUD RIS (1949) merupakan perubahan sementara karena bangsa Indonesia menghendaki persatuan dan akhirnya negara kesatuan RI yang sesuai dengan UUD yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan dibentuk RUUD baru pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh BPKNP dan DPR UUD 1945 masih terdapat pasal-pasal, perubahan UUD tersebut dan ketika konstituante sidang selama kurang dari 2 setengah tahun belum selesai dan juga situasi tanah air di khawatirkan akan timbul perpecahan. Dengan situasi tersebut pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno membacakan dekritnya, yang dikenal dengan Dekrit 5 Juli 1959.
4. Periode 5 Juli 1959
Pada periode ini dimulai saat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dibacakan dan berlakunya UUD 1945 yang asli kembali, UUD juga mengalami perubahan pada saat salah satu atau beberapa pasalnya tidak lagi sesuai dengan perkembangan masyarakat serta mereka tidak lagi merasakan kepastian hukum dari UUD tersebut. UUD yang mengalami perubahan yaitu Pasal 4 ayat 1 dan pasal 17 UUD 1945 pernah tidak berlaku dalam praktek karena dengan kebiasan ketata negaraan berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 yang berlaku adalah sistem pemerintahan parlementer dimana menteri yang semula bertanggung jawab pada Presiden dirubah menjadi bertanggung jawab pada KNIP (Komisi Nasional Indonesia Pusat).
.
Asas-asas yang terkandung didalam UUD
1. Asas Pancasila
Asas pancasila merupakan sumber hukum materil karena itu setiap pengaturan isi peraturan perundangan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan jika terjadi maka peraturan tersebut harus segera dicabut.
Pancasila sebagai asas Hukum Tata Negara dapat dilihat dari:
a. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Asas prikemanusiaan
c. Asas kebangsaan
d. Asas kedaulatan rakyat
e .Asas keadilan
2 . Asas kekeluargaan
Asas kekeluargaan terdapat pada batang tubuh UUD 1945 dan didalam penjelasannya: Pasal 33 ayat 1 menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
3. Asas kedaulatan rakyat
Dalam Hukum Tata Negara pengertian kedaulatan bisa relatif, artinya bahwa kedaulatan itu tidak hanya dikenal pada negara-negara yang mempunyai kekuasaan penuh keluar dan kedalam tapi juga bisa dikenakan kepada negara-negara yang terikat pada suatu perjanjian yang berbentuk traktat atau dalam bentuk konfederasi atau federasi.kedaulatan itu tidak terpecah-pecah karena dalam suatu negara hanya terdapat satu kekuassan yang teringgi.
Kedaulatan rakyat adalah bahwa rakyatlah yang mempunyai wewenang yang tertinggi yang menentukan segala wewenang dalam negara kedaulatan rakyat diwakilkan pada MPR, kekuasaan majelis itu nyata dan ditentukan oleh UUD tapi oleh karena majelis merupakan suatu badan yang besar dan lamban sifatnya maka ia menyerahkan lagi kepada badan-badan yang ada dibawahnya.
4. Asas pembagian kekuasaan
Bahwa Kekuasaan yang berarti kekuasaam itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian tetapi tidak dipisahkan
1. Asas Negara hukum
Negara hukum adalah negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan pada warga negaranya. Ciri-ciri negara hukum, adalah sebagai berikut:
a. Pengakuan dan perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekusaan atau kekuatan apapun juga.
c. Legalitas dalam arti dalam segala bentuknya.



Tipe-tipe Demokrasi Modern
1. Demokrasi Liberal yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh UU (Uundang-undang) dan pemilihan umum yang bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg.
2. Demokrasi Terpimpin yaitu para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai kendaraan untuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi Sosial ialah demokrasi yang bertaruh kepedulian pada keadilan sosial dan egelafitarisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.
4. Demokrasi Consosional yang membenarkan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok kebudayaan yang menekankan kerja sama yang erat diantara alat yang memiliki masyarakat utama.
5. Demokrasi Partisipasi yang menahankan hubungan timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai.
Sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD:
Menganut sistem Presidensiil namun tidak sepenuhnya karena menururt Pasal 5 ayat 1 dalam hubungannya dengan Pasal 21 ayat 2 UUD 1945 yaitu Presiden dan DPR bersama-sama membuat UUD berarti sistem pemerintahan Presidensiil di Indonesia itu bukan merupakan pelaksanan dari ajaran Trias Politica. Dan sistem pemerintahan di Indonesia menurut UUD yaitu sistem Presidensill namun tidak lagi murni. Dari Pasal 4 dan Pasal 17 UUD 1945 bahwa UUD menganut sistem pemerintahan Presidensiil yaitu Presiden menjadi kepala eksekutif dan mengangkat serta memberhentikan para menteri yang bertanggung jawab kepadanya.
Isi UUD No.32 Tahun 2004
Yaitu bahwa Pemerintah Daerah dalam penyalenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan juga dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungannya meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan SDA (Sumber Daya Alam), dan sumber daya lainnya yang hubungan tersebut menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar suku dan pemerintah.
Lembaga-lembaga Negara yang ada sebelum Amandemen UUD :
1. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
Pada waktu membicarakan tentang susunan MPR dapat disimpulkan bahwa di panitia persiapan kemerdekaan Indonesia terdapat dua pendapat yaitu:
1. Yang menginginkan agar semua anggota MPR dipilih langsung oleh rakyat.
2. Khusus mengenai utusan golongan tidak dapat dipilih melalui pemilihan umum tetapi diangkat.
2. Presiden
Pengisian jabatan Presiden diatur dalam UUD 1945 Pasal 6 ayat 2 yaitu bahwa Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak sedangkan syarat untuk menjadi Presiden hanya ditentukan orang Indonesia asli (Pasal 6 ayat 1). Kekuasaan Presiden dalam UUD 1945 dibagi atas :
• Kekuasaan Presiden dalam bidang eksekutif
• Kekuasaan Presiden dalam bidang legislatif
• Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara
3. DPR (Dewan Permusyawaratan Rakyat)
Pasal 19 UUD 1945 menetapkan bahwa susunan DPR ditentukan dengan UUD. Prof. Muh. Yamin berpendapat bahwa menurut Pasal 19 ayat 1 UUD 1945 DPR tidak harus ditetapkan dengan UUD pemilihan tetapi dengan UUD biasa / umum. Dengan demikian keanggotaan DPR yang disusun itu bisa saja berdasarkan pemilihan dan pengangkatan asal saja dengan UUD. Jadi yang penting DPR harus diatur dengan UUD sedangkan keanggotaanya bisa saja dipilih ataupun diangkat.
4.DPA (Dewan Pertimbangan Agung)
DPA ditetapkan oleh UUD sedangkan ayat 2 DPA diwajibkan atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah.
5.MA (Mahkamah Agung)
Kedudukan MA dalam hubungannya dengan negara hukum. Dalam penjelasan UUD dijelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hak menguji MA adalah sebagai berikut:
a. Hak menguji formil
b. Hak menguji materil
6. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
Karena kedudukan dan lapangan pekerjaan BPK dan garis-garis besarnya sama dengan kedudukan dan lapangan pekerjaan dahulu maka sebelum diadakan peraturan baru, aturan-aturan yang berlaku bagi Algemene Reken Kamer untuk sementara waktu dan sekedar sebagai pedoman dijalankan terhadap BPK.


BAB III
KESIMPULAN
Menurut kami Hukum Tata Negara adalah suatu hukum yang mengatur pemerintahan, suatu negara baik hukum peradilan, hukum kepolisian, hukum perundangan atau hukum organisasi (Tata susunan negara).
Hukum tata Negara Sangat erat hubungannya dengan politik pertama-tama ditunjukkan oleh Barents dengan perumpamaan Hukum Tata Negara sebagai kerangka manusia sedangkan ilmu politik merupakan daging yang ada disekitarnya artinya Hukum Tata Negara tanpa ilmu politik tidaklah sempurna ibaratkan hanya mempunyai kerangka manusia namun tidak mempunyai daging.Hukum tata negara juga berkaitan dengan hukum administrasi yang sama – sama meliputi hak dan kewajiban manusia , personifikasi, tanggung jawab, lahir dan hilangnya hak serta kewajiban tersebut hak-hak organisasi batasan-batasan dan wewenang.
Sumber-sumber Hukum Tata Negara yaitu :
A.Sumber hukum formil dan materi
1. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuk.
2. Sumber hukum materill adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum
 Sumber hukum formil Ketetapan MPRS / MPR
 UU / PERPU
 Peraturan pemerintah
 Keputusan pemerintah
B. . Kebiasaan Ketata Negaraan
C. Traktat / Perjanjian
DAFTAR PUSTAKA
Detik kom.
Budiyanto, dasar-dasar Ilmu Tatanegara, Erlangga, Jakarta, 2003

Mata Kuliah Kewarganegaraan

Home
NEGARA DAN WARGANEGARA DALAM SISTEM KENEGARAAN DI INDONESIA
• View
• clicks
Posted April 6th, 2008 by hazeman
• Kewarganegaraan
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.
Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropah termasuk menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii) kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.
KEWARGANEGARAAN ORANG ‘CINA’ PERANAKAN
Orang-orang ‘Cina’ peranakan yang tinggal menetap turun temurun di Indonesia, sejak masa reformasi sekarang ini, telah berhasil memperjuangkan agar tidak lagi disebut sebagai orang ‘Cina’, melainkan disebut sebagai orang Tionghoa. Di samping itu, karena alasan hak asasi manusia dan sikap non-diskriminasi, sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk keturunan ‘Cina’ dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Manado, Cina, dan lain sebagainya.
Karena itu, status hukum dan status sosiologis golongan keturunan ‘Tionghoa’ di tengah masyarakat Indonesia sudah tidak perlu lagi dipersoalkan. Akan tetapi, saya sendiri tidak begitu ‘sreg’ dengan sebutan ‘Tionghoa’ itu untuk dinisbatkan kepada kelompok masyarakat Indonesia keturunan ‘Cina’. Secara psikologis, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, istilah ‘Tionghoa’ itu malah lebih ‘distingtif’ atau lebih memperlebar jarak antara masyarakat keturunan ‘Cina’ dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Apalagi, pengertian dasar istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri terdengar lebih tinggi posisi dasarnya atau bahkan terlalu tinggi posisinya dalam berhadapan dengan kelompok masyarakat di luar keturunan ‘Cina’. ‘Tiongkok’ atau ‘Tionghoa’ itu sendiri mempunyai arti sebagai negara pusat yang di dalamnya terkandung pengertian memperlakukan negara-negara di luarnya sebagai negara pinggiran. Karena itu, penggantian istilah ‘Cina’ yang dianggap cenderung ‘merendahkan’ dengan perkataan ‘Tionghoa’ yang bernuansa kebanggaan bagi orang ‘Cina’ justru akan berdampak buruk, karena dapat menimbulkan dampak psikologi bandul jam yang bergerak ekstrim dari satu sisi ekstrim ke sisi ekstrim yang lain. Di pihak lain, penggunaan istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri juga dapat direspons sebagai ‘kejumawaan’ dan mencerminkan arogansi cultural atau ‘superiority complex’ dari kalangan masyarakat ‘Cina’ peranakan di mata masyarakat Indonesia pada umumnya. Anggapan mengenai adanya ‘superiority complex’ penduduk keturunan ‘Cina’ dipersubur pula oleh kenyataan masih diterapkannya sistem penggajian yang ‘double standard’ di kalangan perusahaan-perusahaan keturunan ‘Cina’ yang mempekerjakan mereka yang bukan berasal dari etnis ‘Cina’. Karena itu, penggunaan kata ‘Tionghoa’ dapat pula memperkuat kecenderungan ekslusivisme yang menghambat upaya pembauran tersebut.
Oleh karena itu, mestinya, reformasi perlakuan terhadap masyarakat keturunan ‘Cina’ dan warga keturunan lainnya tidak perlu diwujudkan dalam bentuk penggantian istilah semacam itu. Yang lebih penting untuk dikembangkan adalah pemberlakuan sistem hukum yang bersifat non-diskriminatif berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, diiringi dengan upaya penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, dan didukung pula oleh ketulusan semua pihak untuk secara sungguh-sungguh memperdekat jarak atau gap social, ekonomi dan politik yang terbuka lebar selama ini. Bahkan, jika mungkin, warga keturunanpun tidak perlu lagi menyebut dirinya dengan etnisitas yang tersendiri. Misalnya, siapa saja warga keturunan yang lahir di Bandung, cukup menyebut dirinya sebagai orang Bandung saja, atau lebih ideal lagi jika mereka dapat mengidentifikasikan diri sebagai orang Sunda, yang lahir di Madura sebut saja sebagai orang Madura. Orang-orang keturunan Arab yang lahir dan hidup di Pekalongan juga banyak yang mengidentifikasikan diri sebagai orang Pekalongan saja, bukan Arab Pekalongan.
Proses pembauran itu secara alamiah akan terjadi dengan sendirinya apabila medan pergaulan antar etnis makin luas dan terbuka. Wahana pergaulan itu perlu dikembangkan dengan cara asimiliasi, misalnya, melalui medium lembaga pendidikan, medium pemukiman, medium perkantoran, dan medium pergaulan social pada umumnya. Karena itu, di lingkungan-lingkungan pendidikan dan perkantoran tersebut jangan sampai hanya diisi oleh kalangan etnis yang sejenis. Lembaga lain yang juga efektif untuk menyelesaikan agenda pembauran alamiah ini adalah keluarga. Karena itu, perlu dikembangkan anjuran-anjuran dan dorongan-dorongan bagi berkembangnya praktek perkawinan campuran antar etnis, terutama yang melibatkan pihak etnis keturunan ‘Cina’ dengan etnis lainnya. Jika seandainya semua orang melakukan perkawinan bersilang etnis, maka dapat dipastikan bahwa setelah satu generasi atau setelah setengah abad, isu etnis ini dan apalagi isu rasial, akan hilang dengan sendirinya dari wacana kehidupan kita di persada nusantara ini.
PEMBARUAN UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan, berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Warga keturunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang kewarganegaraan. Dalam hukum Indonesia di masa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukup dikaitkan dengan kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antara warganegara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warganegara (natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warganegara Indonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warganegara Republik Indonesia itu di kemudian hari dapat saja berpindah menjadi warganegara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetap sebagai warganegara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai warganegara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadi warganegara Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Dengan sendirinya, apabila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yang disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian ‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah menyandang status sebagai warganegara asing sudah sepantasnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai kewarganegaraan asli dan konsep tentang tata cara memperoleh status kewarganegaraan yang meliputi juga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat diskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalam penyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangat untuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.